Mazmur 100
Tema:
Beribadahlah dan bersyukurlah kepada Tuhan
Tujuan: Menolong jemaat beribadah dan bersyukur kepada Tuhan
Latar Belakang: Mazmur 100 diberi judul'Mazmur untuk korban syukur'. Jadi
Mazmur ini dipakai oleh orang Yahudi dalam ibadah Pengucapan Syukur. Pada
Mazmur 100 ini terdapat 3 perintah:
- Beribadahlah (ayat 2).
Kata'beribadahlah' dapat juga diterjemahkan 'layanilah'.
Pelayanan pertama dan terutama yang harus kita berikan kepada Tuhan adalah
ibadah kita. Tanpa ibadah, pelayanan kita akan kering/tidak berbuah.
Bagaimana cara kita beribadah kepada Tuhan?
- dengan sorak-sorai (ayat 1)
Seperti rakyat menyambut kedatangan rajanya, dengan bunyi trompet dsb.
Kita berbakti kepada Tuhan sebagai Raja yang memerintah kita.
- dengan sukacita (ayat 2a)
Kata ini diambil dari kata akar yang artinya 'kegembiraan dan kegentaran
karena kelepasan yg sudah dialami'. Kita beribadah kepada Tuhan yang
telah melepaskan kita dari belenggu dosa. Kita bersukacita atas anugerah
Tuhan yang telah mengampuni kita karena pengorbanan Yesus di kayu salib.
- dengan sorak-sorai (ayat 2b)
Kata ini mengandung arti 'menyanyi dengan penuh keyakinan'. Kita tidak
perlu ragu-ragu beribadah kepada Tuhan. Kita memang tidak layak datang
menghadap Tuhan, tetapi kita dilayakkan oleh Kristus, maka kita boleh
datang dengan penuh keberanian (lbr 10: 19); bukan hanya ke dalam
pelataran-Nya (4) tetapi juga ke dalam tempat yang Paling Suci (Ibr 10:
20); ke hadirat Tuhan sendiri.
Apakah isi ibadah kita?
'Pujilah nama-Nya' (ayat 4) dapat juga diterjemahkan
'berkatilah Dia'. Agak aneh bukan? Biasanya kita memohon agar Tuhan memberkati
kita, tetapi Pemazmur berkata bahwa kita dapat juga memberkati Tuhan! Istilah
bahasa Ibrani untuk kata ini berhubungan dengan kata'berlutut'. Bila kita
datang dengan kerendahan hati, bersembah sujud di hadapan Allah serta
mempersembahkan diri kita kepada-Nya (Roma 12: 1), maka kita'memberkati Tuhan'.
Demikian juga bila kita datang berlutut di hadapan Tuhan dengan tangan kosong
yang terulur untuk menerima keselamatan dari Dia, maka kita memberkati Dia.
(Ilustrasinya adalah ketika kita memberikan kado, lalu si penerima membayar
ongkos kado itu!) Kita memberkati Tuhan ketika kita menerima keselamatan
dari-Nya. Kita memberkati Tuhan ketika kita menyerahkan diri kepada-Nya.
- Bersyukurlah (ayat 4) 'Masuklah
dengan nyanyian syukur' - kelanjutan dari ibadah kita. lbadah kita
dipusatkan pada pribadi Tuhan sendiri - pengucapan syukur difokuskan pada
pemberian-Nya. Usul praktis: Buatlah daftar berkat Tuhan yang kita terima
belakangan ini, lalu panjatkan doa pengucapan syukur.
- Ketahuilah (ayat 3)
o Dasar kita beribadah dan bersyukur.
TUHAN/YAHWEH adalah: Allah - Dialah yg Mahakuasa (ayat 3a)
o Pencipta kita (ayat 3b)
o Allah yg memilih kita -'punya Dialah
kita' (ayat 3c) -'Aku memilih kamu'.
o Allah yg mengadakan perjanjian kekal
dengan kita di dalam Yesus - 'umat-Nya'. (ayat 3d)
o Pemelihara kita -'kawanan domba
gembalaan-Nya' (ayat 3d)
o Baik (ayat 5). Tuhan tidak pernah
mengecewakan. la senantiasa berbuat sesuai dgn sifat/karakter -Nya. la tidak
pernah berubah. 'Baik' tidak berarti 'harus sesuai dengan kehendak saya'.)
o Penuh kasih (ayat 5) - kasih setia -
kasih perjanjian.
o Setia (ayat 5). Tuhan tidak dapat
mengangkal Diri-Nya.
Ketahuilah! Semakin kita mengenal Tuhan, semakin kita
dapat beribadah dan bersyukur kepada-Nya.
Kesimpulan
Respon terhadap Firman Tuhan ini: Saya akan belajar mengenal Tuhan lebih baik
dan lebih dekat melalui pembacaan Firman, doa, persekutuan dan pelayanan.
Beribadahlah!
Bersyukurlah!
Ketahuilah!
Khotbah untuk jemaat membaca Alkitab setiap hari
Salam dalam kasih Yesus Kristus,
Sesuai dengan tema buletin bulan ini, maka saya menawarkan kerangka khotbah
yang dapat dipakai untuk mendorong jemaat kita membiasakan diri membaca Alkitab
setiap hari.
Nas Khotbah: 2 Timotius 3: 10-17 (khususnya ayat 14-17).
- Negara: Mengapa kita perlu
membaca Kitab Suci?
Pengantar:
Menjelang akhir hidupnya, Rasul Paulus memberi pesan-pesan penting kepada anak
rohaninya, Timotius. Paulus menegaskan antara lain, pentingnya Kitab Suci dalam
kehidupan Timotius dan setiap orang percaya.
- Pulau-pulau dan kota-kota: kita
perlu membaca serta merenungkan Firman Tuhan karena:
- Kitab Suci diilhamkan oleh
Allah (ayat 16)
- 'Diilhamkan Allah' =
dinafaskan oleh Allah (theopneustos/BEolrv£ucroc dalam bahasa Yunani).
Kitab Suci berasal dari Allah sendiri dan disampaikan kepada para penulis
Alkitab oleh Roh Kudus, Nafas Allah (2 Petrus 1: 20-21).
- Illustrasi: Kata 'dorongan'
dalam 2 Petrus 1: 20-21 dapat dipakai dalam konteks 'berlayar', dimana
seorang pelayar harus memasang layar perahunya, tetapi tanpa angin,
kapalnya tidak akan bergerak.
- Seluruh Kitab Suci diilhamkan
Allah. Dengan kata lain Alkitab tidak 'mengandung' Firman Allah,
melainkan Alkitab adalah Firman Allah.
- Oleh karena Alkitab adalah
Firman Allah, maka kita dapat percaya sepenuhnya kepada Alkitab.
- Kitab Suci menuntun kita kepada
keselamatan (ayat 15)
- Sejak masa kecilnya, Timotius
mengenal Kitab Suci berkat bimbingan ibu dan neneknya (2 Tim 1: 5).
- Aplikasi: Orang tua Kristen
harus mengajar Firman Tuhan kepada anak-anaknya.
- Kitab Suci yang dikenal
Timotius sejak masa kecilnya menuntun dia kepada keselamatan. Namun
keselamatan tidak menjadi miliknya secara otomatis. Keselamatan adalah
'oleh iman kepada Kristus Yesus'. Jadi Timotius harus percaya kepada
Yesus secara pribadi.
- Aplikasi: Mengenal Kitab Suci
tidak menjamin keselamatan. Kita harus menaruh iman kepada Yesus sebagai
Juruselamat pribadi.
- Kitab Suci membentuk hidup kita
(ayat 16)
- Alkitab bermanfaat untuk
mengajar.
- Melalui Alkitab, Roh Kudus
mengajar kebenaran (truth) kepada kita, seperti seorang guru yang
istimewa (Yohanes 14: 26)
- Alkitab bermanfaat untuk
menyatakan kesalahan.
- Melalui Alkitab, Roh Kudus
menyatakan kesalahan dalam pikiran dan doktrin kita. Hal ini perlu sekali
bagi Timotius yang harus menentang ajaran palsu (2 Tim 2:14 - 3:9).
Demikian juga, kita perlu menguji setiap ajaran baru apakah menurut
standar Firman Tuhan.
- Alkitab bermanfaat untuk
memperbaiki kelakuan.
- Melalui Alkitab, Roh Kudus
menyatakan hal-hal dalam hidup kita yang tidak berkenan kepada Tuhan.
Alkitab seumpama cermin yang menyatakan noda-noda pada muka kita yang
harus dibersihkan.
- Alkitab bermanfaat untuk
mendidik dalam kebenaran (righteousness).
- Melalui Alkitab, Roh Kudus
menumbuhkan buah-Nya di dalam diri kita (Mazmur 119: 9; Gal 5: 22-23).
- Karena Kitab Suci melengkapi
kita untuk setiap perbuatan baik (ayat 17)
- 'Dengan Alkitab itu orang yang
melayani Allah dapat diperlengkapi dengan sempurna untuk segala macam
pekerjaan yang baik.' (2 Tim 3: 17 - Alkitab Kabar Baik). Dengan kata
lain, jika kita membaca Alkitab setiap hari, lalu merenungkan serta
melakukannya, maka kita akan menuju kedewasaan rohani dalam pikiran,
perkataan serta perbuatan kita.
- Lagu Kebangsaan: Marilah kita
maju terus kepada kedewasaan rohani di dalam Kristus.
Berkat-berkat dari Gunung Gerizim dalam Kitab Ulangan
28:1-14
Penelaahan
Alkitab
Banyak orang
yang sudah mengetahui adanya tantangan dalam pengajaran kesuksesan yang sudah
memengaruhi banyak gereja, sementara masih sering didasarkan pada pemahaman
yang salah tentang perikop-perikop Alkitab. Bahan di bawah ini merupakan
tulisan kerangka khotbah koordinator wilayah Afrika, Emmanuel Oladipo, yang
dapat didiskusikan bersama dalam kelompok pengkhotbah Anda. Bahan ini
diterjemahkan dari Preachers Club News Langham Intemational edisi September
2012.
Latar
belakang: Perikop
ini penuh dengan janji yang biasa diterapkan pada orang Kristen oleh pengajar
pengajar Injil kesuksesan tanpa memandang konteks atau kondisi. Bagaimana kita
bisa memahami dan menerapkannya dengan benar?
- Konteks dan Isi
Ini adalah hukum-hukum dalam Perjanjian Lama.
Konteksnya adalah Musa menyampaikan kata-kata terakhinya kepada bangsa Israel
sebelum kematiannya dan sebelum mereka memasuki Tanah Perjanjian. Perkataan ini
didahului dan diikuti oleh kata-kata kutuk yang akan terjadi apabila
hukum-hukum ini tidak dipatuhi. Isinya adalah rangkaian panjang janji-janji
yang bersyarat:
- Menyeberangi Jembatan
Ketika kita menyeberangi jembatan dan memasuki zaman
Perjanjian Baru, kutukan-kutukan dari Perjanjian Lama memberi jalan kepada
kasih karunia injil. Ini dapat digambarkan sebagai berikut:
- Penerapan
- Sebagaimana bangsa Israel
tidak bisa memenuhi Hukum Taurat, kita juga tidak bisa memenuhinya
sehingga sebagaimana mereka menerima kutuk, kita juga tidak bisa menerima
berkat-berkat.
- Syukur kepada Tuhan Allah
karena kasih karunia-Nya dalam Yesus Kristus yang telah melepaskan setiap
orang yang taat kepada Allah dari kutuk Hukum Taurat.
- Konsekuensinya bagi
orang-orang yang tidak taat, yang menolak Injil, bukan di dunia ini saja,
tapi juga dalam kekekalan. Demikian juga, berkat-berkat bagi orang yang
hidup dalam ketaatan kepada-Nya bukan di dunia ini saja, tapi juga dalam
kekekalan.
Kerangka Khotbah Natal
Apakah Anda
bergumul mencari ide yang baru untuk sekian banyak khotbah Natal yang harus
disampaikan tahun demi tahun? Jika demikian, maka bulan ini saya ingin
membagikan 2 kerangka khotbah Natal sebagai berikut:
1. Kerangka Khotbah Natal untuk Orang Dewasa
Nas Khotbah: Lukas 1: 68-79
Tema (Negara): Terpujilah Tuhan yang Telah Melawat Kita
Pulau/Kota:
- Apa yang diperbuat Allah?
- Ia melawat umatNya (68, 78b)
- Ia melepaskan umatNya (68, 71)
- Ia menumbuhkan sebuah tanduk
keselamatan bagi kita (69)
[tanduk = lambang kekuatan; kuasa keselamatan Allah dinyatakan di dalam
Kristus]
- Apakah motivasi Allah berbuat
hal-hal ini?
- Allah senantiasa memenuhi
janjiNya (70, 72b, 73) [lebih dari 400 janji tentang kedatangan Mesias
dalam PL]
- Allah penuh rahmat dan belas
kasihan (72a, 78a) [Rahmat Allah membawa Rekonsiliasi
dengan Allah Hanya Melalui AnakNya
yang Tunggal]
- Apakah tujuan perbuatan Allah
ini?
- Membawa terang kepada kita
yang diam dalam kegelapan (79)
- Membawa damai dengan Allah dan
sesama kita (79)
- Supaya kita beribadah
kepada-Nya tanpa takut (74)
- Dalam kekudusan [status kita
yang sudah menjadi milik Allah yang kudus]
- Dalam kebenaran [cara hidup
kita sebagai anakanak Tuhan] (75)
Tuhan telah
melawat kita dan menetap. Apakah respons kita? Apakah kita hanya'melawat' Tuhan
pada waktuwaktu tertentu lalu kembali ke dalam kesibukan kita masing-masing?
Ataukah kita sudah menyambut Yesus dan hidup menurut ayat 74-75?
2. Kerangka Khotbah Natal untuk Anak-anak
[Untuk khotbah ini perlu dipersiapkan beberapa perhiasan yang dapat
digantungkan pada pohon Natal oleh anak-anak dan sebuah 'kado' (kotak) dengan
tulisan 'Kado untuk Kristus' pada kertas pembungkus].
Nas khotbah: Lukas 1: 26-38; Lukas 2: 8-14
Tema: Menghias Pohon Natal untuk Mendalami Arti Kedatangan Yesus
1. Kedatangan Yesus membawa terang (Lukas 2: 9) [Bintang perak digantungkan pada pohon]
2. Kedatangan Yesus membawa sukacita
(Lukas 2: 10) [Lonceng biru digantungkan]
3. Kedatangan Yesus membawa kuasa (Lukas 1: 32-33) [Mahkota emas digantungkan]
4. Kedatangan Yesus membawa damai (Lukas 2: 14) [Merpati hijau digantungkan]
5. Kedatangan Yesus membawa
kasih-karunia (Lukas 1: 30) [Salib merah digantungkan]
Yesus datang
untuk membawa semuanya ini kepada kita. Apa yang harus kita bawa kepada Yesus?
[Seorang anak membuka kado yang sudah dipersiapkan dan di dalamnya terdapat
sehelai kertas dengan tulisan 'DIRIKU'].
Marilah kita masing-masing membawa diri kita kepada Kristus!
[Jika jumlah anak tidak terlalu banyak, maka dapat disediakan kertas yang cukup
untuk masing-masing anak menulis nama mereka pada sehelai kertas lalu
memasukkannya kedalam kotak itu sebagai 'hadiah' mereka untuk Yesus].
Integritas seorang Hamba Tuhan
Teks Khotbah:
1 Timotius 4
Negara:
Integritas seorang Hamba Tuhan
Pengantar:
Timotius adalah seorang penakut (
2 Tim 1:7), mudah sakit
(5:23), muda (4:12 – kemungkinan usianya antara 35 dan 42), serta dikelilingi
oleh berbagai masalah seperti misalnya ajaran sesat yang karakteristiknya
antara lain:
- Cenderung
menimbulkan kontroversi (1:4,6:4)
- Penuh
tipu daya (4:1-3)
- Tidak
bermoral (1:19, 20)
- Serakah
dalam mendapatkan keuntungan materi (6:5)
- Asketisme
yang salah (4:1-5)
PulauPulau dan Kota-Kota:
1. Hamba
Tuhan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri. Awasilah dirimu dan
ajaranmu (ay 16; cf ay 7). "Keep a firm grasp on both your character
and your teaching," (versi Alkitab The Message). Berhati-hatilah dari
bahaya 'mengawasi orang lain secara seksama' sehingga kita lupa untuk mengawasi
karakter dan ajaran kita sendiri.
1. Latihlah
(ay 7b-10a). Secara harafiah berarti kita perlu berjerih payah dan berjuang
(gymnasticise).
2. Bertumbuhlah
(ay 6b, 15), 'terdidik'…. supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang'. Ketika
kita menempati suatu posisi baru dalam kepemimpinan, kadang ada teman-teman
yang berkata "jadilah dirimu sendiri, jangan berubah!" Komentar itu
benar tapi juga salah. Kita harus berubah untuk menjadi semakin seperti Yesus.
3. Bertekunlah
(ay 16). Doa dari Sir Francis Drake: "O Tuhan Allah, Engkau sudah memberi
kepada hamba- hamba-Mu ini kemampuan untuk melakukan berbagai pekerjaan.
Karuniakan kesadaran untuk mengetahui bahwa hal itu bukanlah di awal saja,
tetapi sesuatu yang terus berlanjut sampai selesai, yang akan menghasilkan
kemuliaan yang sejati, melalui Dia yang demi untuk menyelesaikan pekerjaan-Mu
telah menyerahkan hidup-Nya, Penebus kita, Yesus Kristus."
2. Hamba
Tuhan dalam hubungannya dengan orang lain.
1. Mengingatkan
(ay 6). Secara harafiah kata ini berarti 'letakkan di bawah': pengingat Alkitab
yang berfungsi seperti batu loncatan yang memampukan kita untuk bisa dengan
cepat dan aman melompati sungai yang mengalir deras.
2. Beritakanlah/perin
tahkan dan ajarkanlah (ay 11, 12a). Kami memerintahkan dan mengajarkan
Firman Allah dengan otoritas Allah, bukan dengan otoritas dari diri kita sendiri.
3. Jadilah
teladan (ay 12b) dalam kasih, kesetiaan dan kesucian. Definisi Barclay:
§ Kasih:
kepedulian yang membara kepada orang lain: tidak pernah jadi pahit, tidak
pernah membenci, dan tidak pernah menolak untuk mengampuni.
§ Iman:
kesetiaan yang membara kepada Kristus. Seorang tentara yang sangat bernilai
adalah seseorang yang dapat terus berjuang walaupun tubuhnya lelah dan perutnya
kosong, dan ketika situasi tampaknya tanpa harapan, atau ketika mereka berada
di tengah situasi yang tidak mereka pahami.
§ Kemurnian:
ketaatan yang membara untuk mengikuti standar Kristus.
4. Bersungguh-sungguhlah
(ay 13) (versi Alkitab Kabar Baik). Tugas yang nampaknya sepele,
mislanya membaca Alkitab dalam kebaktian, harus dilakukan dengan
sungguh-sungguh dan dengan persiapan yang matang.
3. Hamba
Tuhan dalam hubungannya dengan Tuhan.
1. Peka
terhadap tuntunan Roh Kudus (ay 1-2). Mendengarkan suara Roh Kudus adalah
seperti menyetel frekuensi untuk mendengarkan stasiun radio pilihan kita.
2. Bersyukur
dan berdoa (ay 3-5)
3. Rendah
hati (ay 6). 'pelayan' = penunggu meja. Kita adalah pelayan-pelayan Yesus
Kristus dan hal terutama serta yang pertama adalah kita harus melaksanakan
perintah-Nya.
4. Penuh
pengharapan (ay 10)
Penutup dan Lagu Kebangsaan
Bagaimana hal ini mungkin? ay 14 – dalam kekuatan Allah, dengan Roh-Nya.
Apakah ini berharga? Ayat 16b. Apakah kita rindu mendengar suara Tuhan
berkata kepada kita kelak:
"Baik sekali perbuatanmu, hai hambaku yang
baik dan setia?" (
Matius
25:21).
Mengapa kita perlu membaca Kitab Suci?
Oleh Rosemary
Aldis
Nas Khotbah
Negara
Mengapa kita perlu membaca Kitab Suci?
Pengantar: Menjelang akhir hidupnya, Rasul Paulus memberi pesan-pesan
penting kepada anak rohaninya, Timotius. Paulus menegaskan antara lain,
pentingnya Kitab Suci dalam kehidupan Timotius dan setiap orang percaya.
Pulau-pulau dan Kota-kota
kita perlu membaca serta merenungkan Firman Tuhan karena:
1. Kitab
Suci diilhamkan oleh Allah (ayat 16)
o
'Diilhamkan Allah' = dinafaskan oleh Allah (
theopneustos/θεοπνευστος
dalam bahasa Yunani). Kitab Suci berasal dari Allah sendiri dan disampaikan
kepada para penulis Alkitab oleh Roh Kudus, Nafas Allah (
2 Petrus 1:20-21).
o
Illustrasi: Kata 'dorongan' dalam
2 Petrus 1:20-21 dapat
dipakai dalam konteks 'berlayar', dimana seorang pelayar harus memasang layar
perahunya, tetapi tanpa angin, kapalnya tidak akan bergerak.
o
Seluruh Kitab Suci diilhamkan Allah.
Dengan kata lain, Alkitab tidak 'mengandung' Firman Allah, melainkan Alkitab
adalah Firman Allah.
o
Oleh karena Alkitab adalah Firman Allah, maka
kita dapat percaya sepenuhnya kepada Alkitab.
2. Kitab
Suci menuntun kita kepada keselamatan (ayat 15)
o
Sejak masa kecilnya, Timotius mengenal Kitab
Suci berkat bimbingan ibu dan neneknya (
2 Tim 1:5).
o
Aplikasi: Orang tua Kristen harus mengajar
Firman Tuhan kepada anak-anaknya.
o
Kitab Suci yang dikenal Timotius sejak masa
kecilnya menuntun dia kepada keselamatan. Namun keselamatan tidak menjadi
miliknya secara otomatis. Keselamatan adalah 'oleh iman kepada Kristus Yesus'.
Jadi Timotius harus percaya kepada Yesus secara pribadi.
o
Aplikasi: Mengenal Kitab Suci tidak menjamin
keselamatan. Kita harus menaruh iman kepada Yesus sebagai Juruselamat pribadi.
3. Kitab
Suci membentuk hidup kita (ayat 16)
o
Alkitab bermanfaat untuk mengajar.
o
Melalui Alkitab, Roh Kudus mengajar kebenaran (
truth)
kepada kita, seperti seorang guru yang istimewa (
Yohanes 14:26) Alkitab
bermanfaat untuk menyatakan kesalahan.
o
Melalui Alkitab, Roh Kudus menyatakan kesalahan
dalam pikiran dan doktrin kita. Hal ini perlu sekali bagi Timotius yang harus
menentang ajaran palsu (
2Tim
2:14 - 3:9). Demikian juga, kita perlu menguji setiap ajaran baru apakah
menurut standar Firman Tuhan.
o
Alkitab bermanfaat untuk memperbaiki kelakuan.
o
Melalui Alkitab, Roh Kudus menyatakan hal-hal
dalam hidup kita yang tidak berkenan kepada Tuhan. Alkitab seumpama cermin yang
menyatakan noda-noda pada muka kita yang harus dibersihkan.
o
Alkitab bermanfaat untuk mendidik dalam
kebenaran (righteousness).
4. Karena
Kitab Suci melengkapi kita untuk setiap perbuatan baik (ayat 17)
o
'Dengan Alkitab itu orang yang melayani Allah
dapat diperlengkapi dengan sempurna untuk segala macam pekerjaan yang baik.' (
2 Tim 3:17 –
Alkitab Kabar
Baik). Dengan kata lain, jika kita membaca Alkitab setiap hari, lalu
merenungkan serta melakukannya, maka kita akan menuju kedewasaan rohani dalam
pikiran, perkataan serta perbuatan kita.
Lagu Kebangsaan
Marilah kita maju terus kepada kedewasaan rohani di dalam Kristus.
Kristus dan Perjanjian Lama
Berikut ini adalah tulisan Chris Wright (International Director,
Langham Partnership International) mengenai hubungan antara Kristus dan
Perjanjian Lama. Semoga tulisan ini dapat lebih memperlengkapi Anda dalam
berkhotbah dari Perjanjian Lama.
Bagian 1
Perjanjian Lama menceritakan kisah yang
disempurnakan oleh Yesus
Di Matius 1, Matius mengawali Injilnya bukan dengan kisah kelahiran Yesus,
tapi dengan silsilah Yesus. Ia seolah-olah berkata kepada pembacanya: Anda
tidak akan mengerti cerita yang akan saya sampaikan kecuali Anda memandangnya
dari sisi cerita yang terkandung dalam silsilah yang mengalir dari Abraham ke
Daud, kisah pembuangan dan kembali dari pembuangan, sampai dengan "Yusuf,
suami dari Maria yang melahirkan Yesus yang disebut dengan Mesias' (
Matius 1:16).
Yesus adalah tujuan akhir dari kisah tersebut. Dari sudut pandang saksi
Perjanjian Baru, cerita itu mengarah kepada-Nya. Dengan demikian, Yesus hanya
bisa dipahami dengan benar dari sudut pandang cerita tersebut, dan sebaliknya.
Cerita itu hanya bisa dipahami (dari sudut kekristenan) jika dipandang dari penggenapan
Yesus. Perjanjian Lama bagaikan sebuah perjalanan yang bermakna apabila
dipandang dari tujuan akhirnya. Anda tidak akan berada dalam perjalanan ini
kalau Anda tidak memiliki tujuan khusus tersebut di benak Anda. Demikian juga,
Anda tidak akan tiba pada tujuan akhir ini tanpa perjalanan khusus tersebut.
Perjalanan dan tujuan akhir saling melengkapi.
Jadi cara saya yang pertama dalam 'memandang Yesus bila dihubungkan dengan
Perjanjian Lama' adalah berkenaan dengan kesinambungan narasi. Akan tetapi,
yang saya maksudkan bukan sekedar keterkaitan kronologis sebab Perjanjian Lama
bukanlah sekedar kisah. Sebagai Firman Allah, Perjanjian Lama membentuk kisah
itu sendiri.
Sudut pandang dunia kekristenan dibentuk oleh kisah agung dalam Alkitab, yang
tentu saja berawal dalam Perjanjian Lama dan sebagian besar arahnya mengalir
melalui Perjanjian Lama. Kisah penciptaan, kejatuhan manusia, penebusan dalam
sejarah dan pengharapan masa depan dijelaskan semuanya dalam kitab suci bangsa
Israel.
Akan tetapi, Perjanjian Baru menyatakan bahwa dalam Kristus kita memiliki batu
penjuru keseluruhan rentangan besar narasi Alkitab yang membentang dari
penciptaan ke penciptaan baru. Dia adalah tujuan akhir dari Perjanjian Lama
yang menjadi bagian dari kisah agung, baik dari segi kronologis, yaitu Dia
datang 'pada waktu yang tepat' pada akhir zaman Perjanjian Lama, maupun dari
segi teologis dan eskatologis, yakni Dia juga menjadi tujuan akhir keseluruhan
narasi Alkitab yang diluncurkan dan diantisipasi dalam Perjanjian Lama.
Perjanjian Lama menyatakan janji yang digenapi oleh
Yesus
Dalam Matius 1-2 terdapat lima kutipan Perjanjian Lama yang dikatakan
'digenapi' melalui Yesus:
Matius
1:22-23 (Imanuel),
Matius
2:5-6 (Betlehem),
Matius
2:15(Mesir),
Matius
2:17-18 (Rahel),
Matius
2:23 (orang Nazaret). Pernyataan-pernyataan ini jelas bukan sekedar
prediksi. Beberapa diantaranya merujuk kepada masa lalu sejarah Allah dengan
bangsa Israel.
Dengan cara ini tampaknya Matius ingin menunjukkan bahwa seluruh komitmen Allah
terhadap umat-Nya dalam penebusan dan perjanjian, sebagaimana terdapat terutama
dalam kitab nabi-nabi, sekarang telah mencapai klimaksnya dalam Yesus. Dia
memahami bahwa dalam Yesus ada penggenapan akan janji, bukan hanya prediksi,
melainkan satu 'janji' yang sangat besar yang dibuat Allah untuk bangsa Israel
dan untuk bangsa-bangsa lain.
Kisah Perjanjian Lama yang agung bukan sekedar narasi dari serangkaian
peristiwa dan generasi (seperti yang digambarkan oleh silsilah), tapi juga
pernyataan maksud - sebuah maksud yang mencapai sasarannya dalam Kristus.
Dengan demikian, Kristus bukan hanya ujung kisah Perjanjian Lama, tapi juga
telos-nya; bukan hanya 'akhir dari perjalanan' tapi juga 'tujuan' dari
perjalanan. Semua ini adalah satu janji agung yang mengarah ke depan kepada
Yesus, tapi dengan keragaman yang besar.
Penggabungan kedua pokok di atas, lewat kiasan tentang sebuah perjalanan,
membantu saya dalam menjelaskan, terutama kepada peserta pelatihan khotbah, cara
membaca dan mengkhotbahkan Perjanjian Lama jika dikaitkan dengan Kristus, tanpa
berusaha membuat keseluruhan Perjanjian Lama 'selalu mengenai Yesus' (karena
ini akan jadi kecenderungan menafsirkan dan homiletik yang sangat aneh).
Jika kita duduk dalam kereta api ke Surabaya dari Jakarta, kita tahu bahwa
Surabaya adalah ujung dan telos perjalanan kita - akhir dari perjalanan,
sesuai dengan arti kedua kata tersebut. Jadi apa yang kita lihat dari jendela
adalah pemandangan di tempat tersebut karena itulah perjalanan kita. Tujuan
yang berbeda akan memiliki pemandangan yang berbeda dalam perjalanan. Inilah
kereta api Surabaya. Akan tetapi, bukan berarti bahwa kemana pun kita
memandang, kita sedang melihat Surabaya. Pemandangannya merupakan bagian dari
sebuah perjalanan yang menuju ke Surabaya; tapi belum sampai Surabaya.
Oleh karena itu, saya berbicara tentang Perjanjian Lama sebagai 'Kristo-telik',
bukan 'Kristosentris' (istilah ini saya peroleh dari seseorang yang tidak saya
ingat lagi). Setiap bagian dari Perjanjian Lama, sedikit banyak, 'mengarah ke'
Yesus - bagian dari pemandangan dalam perjalanan yang menuju kepadaNya. Akan
tetapi, bukan berarti bahwa setiap ayat atau bagian dari Alkitab adalah tentang
Yesus, seolah-olah Anda sedang memandang-Nya secara langsung dalam perjalanan
tersebut. (Bersambung).
Bagian 2
Perjanjian Lama melukiskan identitas yang diterima
Yesus
Matius 3:13-17
mencatat pembaptisan Yesus pada waktu suara sorgawi Allah Bapa memanggil-Nya
dengan memakai sebutan dari Perjanjian Lama, yaitu sebagai Hamba Allah (
Yesaya 42:1) dan raja Mesias
anak Daud – Anak Allah (
Mazmur
2:7). Bagian lain dalam Perjanjian Baru yang menyebut identitas Yesus atau
menjelaskan pekerjaan-Nya juga diambil dari Perjanjian Lama: Anak Manusia,
Juruselamat, Kristus, Nabi, Gembala, dll. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa
salah satu dari sebutan ini sebagai gambaran fotografis yang tidak samar-samar
dari Yesus dari Nazaret. Kebingungan seputar identitas Yesus dalam Injil
menunjukkan bahwa yang sesungguhnya sama sekali tidak demikian. Maksud saya
sederhana, yaitu dalam pergumulan untuk mengartikulasikan siapa Yesus menurut
pendapat-Nya sendiri dan siapa Dia menurut pandangan pengikut-pengikut-Nya yang
pertama, mereka selalu kembali pada kitab suci mereka, yang di dalamnya
terdapat uraian tugas dan seluk-beluk pribadi Yesus.
Jadi itu adalah cara lain yang saya usulkan kepada pembaca dan pengkhotbah
dalam 'memandang' Kristus dalam Perjanjian Lama – bukan dengan ketepatan
gambaran fotografis, tapi dengan sejenis bahasa antisipatoris yang mengemukakan
ciri-ciri pekerjaan dan seluk-beluk pribadi.
Secara lebih mendalam, kita dapat melihat identitas Kristus dalam kontur
bangsa Israel – mengingat misi-Nya sebagai Mesias adalah untuk mewujudkan dan
menghidupkan kembali kisah bangsa Israel, tetapi untuk tujuan yang berbeda dan
lebih tinggi yaitu penebusan. Penjelasan ini mengarah kepada poin keempat:
Perjanjian Lama memprogramkan sebuah misi yang
diselesaikan Yesus
Matius 4:12-17 –
"Kerajaan Sorga sudah dekat!" Ungkapan Kerajaan Sorga tentu saja
bukan bermula dari Yesus. Namun demikian, isinya yang sangat terperinci ada
dalam Perjanjian Lama tentang apa yang akan terjadi pada bangsa Israel dan pada
bangsa-bangsa ketika YAHWEH datang bertakhta sebagai raja yang diakui. Yesus
mengawali misi-Nya dengan memanggil bangsa Israel untuk bertobat dan dipulihkan
dan dengan mengumpulkan bangsa-bangsa (misi ganda yang lebih jelas dalam
Lukas 1-4), di tengah-tengah
perlawanan Iblis yang dahsyat.
Tinjauan saya yang lebih terperinci tentang misi Allah – yaitu penebusan
bangsa-bangsa dan pembaharuan ciptaan – menunjukkan dengan lebih jelas
konsistensi deklarasi misi tersebut dalam Perjanjian Lama (melekat dalam janji
Allah kepada Abraham) dengan penegasan penyelesaiannya oleh Kristus dalam
Perjanjian Baru. Berdasarkan pemahaman itu, saya memandang Kristus dalam
Perjanjian Lama dengan cara yang sama dengan Paulus yang mengamati Injil
diberitakan terlebih dahulu di tempat tersebut, dalam 'penginjilan pendahuluan'
kepada Abraham sehubungan dengan berkat untuk bangsa-bangsa (
Galatia 3:8).
Dengan menggabungkan dua pokok terakhir (identitas dan misi Kristus
sebagaimana terikat dengan Firman dalam Perjanjian Lama), saya menemukan kombinasi
yang sama dinyatakan dalam pasal terakhir Injil Lukas. Lukas 24 berisi
ayat-ayat kunci yang dipakai untuk membahas bagaimana Perjanjian Baru memandang
Kristus yang dikaitkan dengan Perjanjian Lama. Sekarang saya menyadari sesuatu
yang signifikan pada waktu Yesus berjalan ke Emaus. Strategi hermeneutik Yesus
untuk menjelaskan hal-hal tentang diri-Nya adalah dengan 'memulai dari kitab
Musa dan seluruh kitab nabi-nabi'; Dia tidak memulai dari diri-Nya sendiri
untuk menjelaskan Hukum Taurat dan kitab para nabi. Sungguh benar bahwa Firman
Allah merupakan kunci untuk memahami Yesus sebagaimana Dia merupakan kunci
untuk memahami Firman Allah.
Akan tetapi, dalam pertemuan murid-murid pada malam itu, Yesus secara
meyakinkan mengartikulasikan pendekatan hermeneutikal terhadap Firman Allah,
yang bersifat mesianis dan misional:
Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci.
Kata-Nya kepada mereka, "Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan
bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya
berita tentang pertobatan dan pengampungan dosa harus disam- paikan kepada
segala bangsa, mulai dari Yerusalem. (
Lukas 24:45-47)
Murid-murid Kristus harus membaca Perjanjian Lama untuk memperoleh makna mesianis
(menunjuk kepada Yesus), dan makna misional (menunjuk kepada rencana
Allah bagi bangsa-bangsa dan peran kita di dalamnya).
Perjanjian Lama mengemukakan nilai-nilai etis yang
didukung Yesus
Matius 5:17-20 –
Yesus menegaskan keabsahan Hukum Taurat. Seluruh Khotbah di Bukit mencer-
minkan isi Perjanjian Lama. Ajaran Yesus (dan semua bagian lain dalam
Perjanjian Baru), tentu saja melebihi dan memperdalam Perjanjian Lama, tapi
dalam berbagai hal tetap bertumpu pada ajaran mendasar Perjanjian Lama yang
diberikan kepada bangsa Israel, yaitu ajaran yang ditujukan untuk menolong umat
Allah menjadi bangsa yang berbeda dari bangsa-bangsa di sekelilingnya. Seperti
Perjanjian Lama, Yesus juga menekankan prinsip-prinsip mendasar seperti:
prioritas mengalami anugerah keselamatan dari Allah sebelum berusaha hidup
dalam ketaatan dan rasa syukur; meniru karakter dan tindakan Allah dalam
perbuatan etis; memperhatikan orang yang kekurangan; belas kasihan dan keadilan
sosial; perbedaan moral (garam dan terang). Oleh karena itu, menurut saya, ada
kesinambungan nilai-nilai etis antara Kristus dan Perjanjian Lama, bahkan pada
saat terjadi pembaharuan radikal.
Perjanjian Lama menyatakan Allah yang memiliki
otoritas dan hadirat yang menjelma dalam Yesus
Dalam ayat pembukaannya, Matius memperkenalkan Yesus sebagai Mesias;
sementara dalam Perjanjian Lama atau pandangan Yahudi abad pertama ke-
mesias-an tidak sama dengan keilahian. Meskipun demikian, ada petunjuk-petunjuk
dalam Injil, yang mencapai klimaks dalam pengakuan Yesus setelah kebangkitan.
Petunjuk-petunjuk ini mengarah kepada pengakuan bahwa dalam pribadi Yesus dari
Nazaret, Allah YAHWEH bangsa Israel benar-benar telah hidup di antara mereka –
menyatakan dan melakukan hal-hal yang hanya bisa dilakukan oleh TUHAN. Kutipan
dari
Yesaya 40:3
(persiapkanlah jalan untuk TUHAN), yang digunakan oleh Matius untuk
memperkenalkan Yohanes Pembaptis, menempatkan Yohanes dalam peran mempersiapkan
jalan bagi TUHAN yang akan datang. Pertanyaan yang diajukan murid-murid Yohanes
dalam pasal 11 membuat Yesus mengutip dengan jelas Yesaya 35 mengenai
tanda-tanda yang akan menyertai kedatangan Allah kepada umat-Nya, diikuti oleh
sebutan bahwa Yohanes adalah Elia yang dinubuatkan oleh
Maleaki 3:1, yang diutus
mendahului Allah untuk mempersiapkan jalan-Nya. Transfigurasi atau perubahan
rupa (pasal 17), yang merupakan peristiwa misterius hadirat ilahi, diikuti oleh
percakapan tentang Elia yang datang lebih dahulu - mengingatkan akan nubuat
Maleaki bahwa Allah akan mengutus Elia sebelum Ia sendiri datang.
Akan tetapi, pernyataan paling jelas yang mengkait- kan Yesus kepada YAHWEH
terdapat dalam klimaks pengakuan setelah kebangkitan dan pengutusan dalam
Matius 28:18-20. Kitab
Ulangan meringkas iman mono-Yahweh Perjanjian Lama dalam perkataan:
"TUHANlah Allah di langit di atas dan di bumi di bawah. Tidak ada yang
lain kecuali Dia." (
Ulangan
4:35). Matius menggambarkan bagaimana Yesus dengan sikap tenang berkata,
"KepadaKu telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi."
Dengan demikian, ketika membaca gambaran Allah dalam Perjanjian Lama, saya
tidak mencari petunjuk yang dibuat-buat dalam setiap ayat bahwa Yesus harus ada
di dalamnya. Melainkan, sebagai pembaca Kristen, saya menyadari bahwa Allah
yang menyatakan diri-Nya kepada saya dalam lembaran-lembaran Perjanjian Lama
adalah Allah yang saya kenal dan 'lihat' di wajah Yesus dalam Perjanjian Baru.
Secara singkat, ringkasan saya terhadap keenam poin di atas adalah bahwa
saya melihat adanya hubungan organik antara Kristus dengan Perjanjian Lama yang
bersifat historis (karena ada cerita yang mengaitkannya), mengandung
janji (karena janji dalam yang satu digenapi dalam yang lain), representasional
(karena identitas Israel yang menjelma dalam Yesus), misional
(karena agenda ilahi yang diselesaikan oleh Yesus), etis (karena
konsistensi antara tuntutan etis dan respon) dan yang terakhir inkarnasi
(karena dalam Yesus dari Nazaret, Yang Kudus dari Israel hidup di antara kita).
Adakah Harta yang Baru
Adakah Harta yang Baru?
Setelah
mengajar beberapa perumpamaan tentang Kerajaan Sorga, Yesus bertanya kepada
murid-Nya, "mengertikah kamu semuanya itu?" Mereka menjawab,
"Ya, kami mengerti". Maka berkatalah Yesus kepada mereka:
"Karena itu setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran dari hal Kerajaan
Sorga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama
dari perbendaharaannya." (Matius 13: 51 - 52).
Yesus menantang mereka yang mengajar Firman Tuhan supaya ajarannya diperbaharui
terus. Konteks ini bukan hanya bicara tentang Perjanjian Lama, tetapi
penggenapannya di dalam kehidupan dan ajaran Yesus. Kita yang terpanggil
sebagai pengkhotbah dan pengajar ditantang untuk memiliki pengertian serta
pengalaman baru yang menyegarkan untuk apa yang akan kita teruskan kepada orang
lain. Dasar yang sudah diletakkan di sekolah dan masa 'training' tetap
diperlukan, tetapi belum cukup. Apakah kita mau belajar dan betumbuh terus
supaya selalu ada harta baru yang disajikan bagi jemaat kita?
Kita sudah mengikuti Pelatihan Langham 1 dan 2. Kini sudah waktunya untuk
bertanya, "Apakah jemaat atau pembaca yang kita layani sudah memperoleh
harta baru? "Perbendaharaan kita sangat kaya, penuh dengan seluruh
kebenaran dari Kejadian sampai Wahyu. Pelatihan Khotbah Langham bukan bertujuan
untuk menyenangkan kita, 100 pendeta dan pe layan yang menjadi pesertanya,
tetapi untuk membekali supaya jemaat dan pembaca kita diberkati, makin taat
kepada Tuhan dan bertumbuh dalam iman dan perbuatan yang baik. Orang-orang yang
haus dan lapar akan kebenaran ini datang kepada kita karena berharap diisi
dengan hal-hal yang baik. Sudah banyak yang dipercayakan kepada kita, janganlah
kita menyia-nyiakan kepercayaan ini.
Saya sendiri sangat terharu waktu membaca 2 Timotius 4:13, karena hanya beberapa minggu atau bulan sebelum
kematiannya di Roma, Rasul Paulus minta agar buku dan perkamen dibawa ke
penjara. la tetap berminat untuk terus belajar dan menulis supaya ada lebih
banyak orang yang bisa mendapatkan harta baru. Mari kita saling mendorong di
klub pengkhotbah, saling mendoakan supaya bertekun dan belajar terus, serta
mengeluarkan harta yang baru dari perbendaharaan Firman Tuhan. Dengan demikian,
semua orang yang kita layani dapat semakin diperkaya selama tahun 2012 ini.
Bukan Sekedar Kritik
"Saudara-saudara,
kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani,
harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil
menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan." (Galatia 6:1)
DALAM kosakata bahasa Indonesia ada istilah "kritik
membangun". Seorang pemimpin perusahaan atau kepala kantor dianggap
menyampaikan kritik yang membangun apabila ia dengan cara yang santun
memberikan wejangan dalam rangka memperbaiki kekeliruan bawahannya. Seorang
guru dianggap menyampaikan kritik yang membangun apabila ia menegur muridnya
demi membangun semangat belajar mereka. Seorang ibu dianggap menyampaikan
kritik yang membangun apabila ia mengemukakan nasihat untuk membangun sikap dan
watak anaknya. Sebaliknya, sang pemimpin perusahaan, kepala kantor, guru atau
orang tua tidak dianggap menyampaikan kritik yang membangun apabila mereka
memberikan teguran dengan nada suara tinggi, menggunakan pilihan kata yang
kasar. Sekalipun isi nasihat mereka sebenarnya baik, namun si penerima pasti
akan membentengi diri bahkan menolaknya. Mereka bukan hanya menganggap bos,
atasan, guru atau orang tua mereka itu sebagai pencela, tetapi juga akan
memiliki dendam tersendiri.
Sesungguhnya, menyampaikan kritik yang membangun merupakan
hal yang biasa dan sulit dilakukan, karena orang lebih suka mendengar hal-hal
yang baik Saja. Orang menutup telinganya atas kritik, sekalipun bermanfaat untuk
meningkatkan kepribadiannya. Muncullah budaya ABS (Asal Bapak Senang), yang
ditandai dengan maraknya gejala bahasa yang eufemistis, misalnya:
Harga-harga tidak "naik", tapi "disesuaikan";
pelaku tindak kejahatan tidak "ditangkap", tapi "diamankan";
dan seterusnya.
Rasul Paulus menasihati jemaat Galatia untuk berani
menyatakan kesalahan dalam rangka mengembalikan pelakunya ke jalan yang benar.
Keberanian menegur orang lain secara tutus itu merupakan karya Roh Kudus atas
diri orang beriman. Bila orang beriman membuka diri untuk dipimpin oleh Roh
Kudus, maka kuasa-Nya akan mendorong orang itu untuk berani menyatakan
kebenaran, berani mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang
diperbuatnya. Meskipun demikian, Roh Kudus tak hendak membuat kita menjadi
hakim yang menuding kesalahan sesama manusia.
Atas dasar pertimbangan di atas, maka sekurang-kurangnya
ada tiga hal yang perlu kita perhatikan agar tidak jatuh pada kecenderungan
menjadi hakim bagi orang lain. Ketiga hal tersebut ialah sebagai berikut:
Pertama, lakukanlah dengan lemah lembut. Pada dewasa
ini ada banyak aksi unjuk rasa digelar. Protes yang diwarnai dengan kekerasan
bermunculan sebagai koreksi atas kesalahan pihak tertentu. Dari satu sisi, hal
itu menunjukkan keberanian masyarakat kita meninggalkan budaya diam. Para
pelopor demokrasi, penganjur persamaan hak, aktivis LSM atau LBH tentu
bergembira untuk kemajuan ini. Tetapi sekaligus mereka juga sedih, sebab
keberanian untuk membuka suara itu amat rentan. Masyarakat masih dapat
dipengaruhi oleh oknum-oknum yang memancing di air keruh. Kenyataan tersebut
tentu saja masih jauh dari apa yang diharapkan. Bila seorang beriman
menyampaikan teguran, ia harus menyampaikannya atas dasar kasih dan niat baik
untuk meluruskan persoalan. Sangat keliru apabila teguran itu disampaikan
sekedar untuk mencuatkan kesalahan orang lain dengan maksud memberikan
penghukuman. Teguran yang didasari sikap iman akan muncul dalam bentuk yang
lemah lembut dan tidak memojokkan. Sebaliknya orang akan tergugah dan
memperbaiki kekeliruannya.
Kedua, menjaga diri sendiri supaya tidak jatuh dalam
pencobaan. Artinya, menjaga diri sendiri supaya tidak melakukan hal serupa.
Seorang bapak akan kehilangan wibawanya bila menegur anaknya untuk tidak
merokok, tetapi mendapat jawaban: "Bapak sendiri koq merokok?".
Seorang ibu merasa malu bila menegur anaknya untuk berhenti bertengkar, namun
mendapat jawaban: "Mama sendiri juga sering bertengkar dengan Papa!"
Bila kita sendiri telah melakukan koreksi dan ternyata bersih, barulah kita
dapat menasihati orang lain. Dengan demikian kita tidak menjadi bumerang pada
diri kita. Perhatikanlah seseorang yang menuding orang lain dengan menggunakan
sebuah jari, yaitu telunjuk. Apa yang terjadi dengan jari-jemari orang
tersebut? Sesungguhnya, ada tiga jari lain, yaitu jari tengah, jari manis, dan
kelingkingnya, menunjuk pada dirinya sendiri.
Ketiga, menjaga diri supaya tidak jatuh dalam dosa
kesombongan. Sebagai umat beriman, kita bertanggung jawab untuk membawa orang
lain ke jalan yang benar. Tanggung jawab itu amat berat, sebab dalam tanggung
jawab itu terkandung kewajiban untuk mawas diri. Bagaimanapun kita adalah
manusia yang lemah dan mudah jatuh ke dalam dosa. Tak boleh kita takabur,
seolah-olah kita selalu lebih baik dari orang lain.
Ada banyak saluran yang dapat kita gunakan untuk
menyuarakan pendapat kita. Pada masa Orde Baru, pemerintah menyediakan Kotak
Pos 5000 sebagai sarana bagi warga masyarakat untuk menyampaikan keluh kesah
demi meningkatkan layanan masyarakat. Saat ini pasti ada berbagai jenis akses
lain yang disediakan oleh pemerintah untuk masyarakat luas. Menulis keluhan di
rubrik "Surat Pembaca" yang ada di koran-koran merupakan cara
mudah dan lazim. Menyuarakan suara hati lewat wakil rakyat di tingkat lokal,
regional, dan pusat adalah upaya formal yang dapat dilakukan oleh warga
masyarakat. Cara itu jauh lebih terpuji daripada menyalurkan aspirasi lewat
demonstrasi yang disertai kekerasan. Demonstrasi dengan mengerahkan massa dalam
jumlah besar yang disertai dengan kekerasan, selain membiaskan aspirasi yang
hendak disuarakan juga membuat masyarakat kehilangan rasa simpati.
Sebagai umat beriman, siapa pun dapat berdoa dan jujur.
Kalau tertekan oleh sesuatu kenapa harus ditutup-tutupi? Berserulah kepada
Allah, agar Ia bertindak untuk mengubah dan memperbarui keadaan yang tak beres.
Ia juga yang berkuasa mengubah hati dan sikap orang jahat jadi baik dan
berkenan kepada Allah.
Diambil dari:
Judul
artikel
|
:
|
"Bukan
Sekedar Kritik"
|
Judul buku
|
:
|
"Dari
Kabar Mimbar: Kumpulan Renungan Pdt. U.T. Saputra"
|
Penulis
|
:
|
Pdt. U.T.
Saputra, S.Th., M.Si.
|
Penerbit
|
:
|
Generasi
Info Media, 2006
|
Halaman
|
:
|
9--12
|
Sabar dan Menguasai Diri
"Orang
yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya melebihi orang
yang merebut kota." (Amsal 16:32).
PAHLAWAN adalah sosok yang dihargai karena jasanya membela
negara. Pada masa pra kemerdekaan, Indonesia memiliki banyak pahlawan nasional.
Beberapa di antaranya ialah pahlawan Diponegoro, Imam Bonjol, Raden Patah,
Patimura, Teuku Umar, Cut Nya Dien, dan seterusnya. Kiprah mereka diabadikan
dalam buku-buku sejarah. Wajah mereka terpampang dalam perangko atau uang
kertas. Nama mereka pun diabadikan menjad nama jalan protokol di setiap kota
besar.
Setelah Indonesia merdeka, kriteria kepahlawanan tidak
terbatas hanya pada mereka yang memiliki keberanian mengangkat senjata saja.
Para guru yang berjuang mencerdaskan anak bangsa diberi julukan sebagai pahlawan
tanpa tanda jasa. Begitu pula kontingen olahraga yang memenangkan kejuaraan
internasional, mereka disetarakan dengan pahlawan yang berjaya di medan perang.
Para atlet yang sukses memenangkan pertandingan baik di luar maupun di dalam
negeri, diarak keliling kota dan dielu-elukan oleh masyarakat. Bukan itu saja,
mereka pun ditaburi pujian dan dimanjakan dengan pelbagai bonus.
Salomo, anak Daud, adalah seorang raja yang berhikmat.
Hikmatnya nyata dari Amsal 16:32 yang berbunyi demikian, "Orang
yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya melebihi
orang yang merebut kota!" Apakah maksud dari ayat tersebut? Supaya
kita dapat mengerti maksud ayat di atas, kita perlu terlebih dulu mengetahui
latar belakang kehidupan masyarakat Israel pada masa itu. Menurut catatan
sejarah dan didasari penelitian antropologis para ahli mengetahui bahwa
kota-kota pada zaman dahulu dikelilingi dengan benteng yang kokoh. Benteng itu
dimaksudkan sebagai tameng untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Oleh
karena ada benteng yang kuat melingkari kota, maka musuh hendak merebut kota
memerlukan prajurit yang memiliki stamina tinggi, strategi perang yang jitu,
senjata yang canggih dan kesabaran menanti penghuni kota lengah. Semua itu
diperlukan agar pasukan penyerbu dapat mengepung, menyusup, dan menyerangnya.
Jika mereka berhasil, niscaya panglima perangnya akan disambut sebagai
pahlawan.
Setelah mengetahui latar belakang kehidupan pada masa penulisan
ayat tersebut, maka kita dapat menemukan sebuah pelajaran berharga dari
pandangan raja Salomo. Melalui ayat di atas, Salomo selaku raja yang penuh
hikmat itu menyatakan bahwa keunggulan manusia bukan terletak pada kekuatan
fisiknya melainkan pada penguasaan diri. Keunggulan seorang pahlawan bukan
terletak pada kemahiran menggunakan senjata atau keberanian dalam menyerang
musuh, melainkan pada kesabaran menantikan waktu yang tepat untuk memberikan
perlawanan dan memenangkan pertempuran.
Kesabaran senantiasa berkaitan dengan waktu. Orang yang
sabar dapat membuktikan bahwa dirinya mampu menunggu waktu yang tepat untuk
melakukan sesuatu yang penting pada waktu yang tepat. Homer dalam
karyanya yang masyhur bercerita tentang kemenangan tentara Yunani yang merebut
kota Troya dengan menggunakan sebuah kuda kayu berukuran besar. Kuda
kayu itu ditaruh di depan pintu gerbang kota. Penduduk yang berkerumun dan
tertarik pada kuda kayu tersebut beramai-ramai menghelanya masuk ke dalam kota.
Pada malam harinya sejumlah prajurit yang ternyata bersembunyi dalam kuda kayu
itu keluar. Mereka membuka pintu gerbang kota, sehingga pasukan Yunani yang ada
di luar benteng kota dapat menyerbu masuk ke dalam kota Troya. Begitulah
cerita sukses tentara Yunani! Kesabaran mereka menunggu tibanya malam dan dalam
ruang persembunyian yang pengap, menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam
merebut kota Troya.
|
Lukisan
kuda troya yang diambil dari buku Mitologi Yunani ILIAS, karja Menelaos dan
Yannis Stephanides terbitan Grafiti 1992.
|
Apakah seorang yang tidak mampu menguasai diri dapat
menjadi pengayom masyarakat? Kemungkinannya sangat kecil, bahkan hampir
mustahil. Menguasai diri berkaitan dengan upaya menahan keinginan dan hawa
nafsu angkara murka. Kata orang,vmenguasai diri lebih sukar daripada
menjinakkan binatang dan buas. Orang yang menguasai diri mengetahui batas
kemampuan dan kelemahan lawan, sehingga bertindak pada waktu yang tepat.
Sebaliknya, tidak mampu menguasai diri akan membuat emosi meledak lewat kata-kata
dan tindakan yang tak terkendali. Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal
istilah "Besar pasak daripada tiang!" Peribahasa tersebut
digunakan untuk menunjuk orang yang tidak mampu menguasai diri di bidang
ekonomi. Bila seseorang tidak mampu mengekang nafsu membelanjakan sehingga
pengeluarannya lebih besar daripada pendapatan maka kondisi keuangannya disebut
besar pasak daripada tiang.
Pada masa yang sulit dan serba tidak pasti ini, banyak
orang sabar menanti karya Tuhan, sehingga mencari pertolongan, entah kepada
kuasa gaib, kuasa uang, kekuatan fisik, kuasa tahta atau pikiran manusia yang
terlepas dari hikmat Allah. Yakun tidak sabar menanti pertolongan Tuhan untuk
memperoleh berkat Ishak, sehingga dengan tipu muslihatnya mengelabui Esau, memperoleh
berkat dari Ishak. Akibatnya, terjadi perpisahan antara orang tua dan anak,
serta putusnya ikatan persaudaraan yang berlanjut dengan permusuhan.
Sebagian anggota masyarakat Indonesia pada dewasa ini tak
mampu menguasai diri, sehingga dengan gampang terprovokasi oleh isu murahan.
Upaya memulihkan keadaan dari keterpurukan yang terjadi akibat salah urus pada
masal lalu dihadapi dengan sukap kurang sabar. Tindakan main hakim sendiri
berupa membantai tersangka pencuri yang tertangkap basah adalah wujud
kekurangsabaran menanti proses hukum yang seharusnya ditempuh. Kendati menindak
kejahatan itu pada dasarnya baik dan mulia, namun tindakan main hakim sendiri
menunjukkan ketidakmampuan mengendalikan diri. Dengan demikian tindakan itu
telah melecehkan wibawa hukum, aparat keamanan dan lembaga keadilan. Kenyataan
ini harus cepat diatasi, jika tidak maka bukan mustahil pada suatu saat nanti,
para anggota keluarga korban yang tak mampu menguasai diri akan mengadakan
perhitungan dengan melampiaskan dendam pembalasan mereka.
Orang yang tak mampu menguasai diri dalam masalah ambisi
akan menggunakan cara-cara licik menyingkirkan para pesaingnya supaya dapat
merebut jabatan dan bertindak sebagai penguasa. Para pemimpin bangsa yang tidak
sabar, tetapi menggunakan pelbagai cara, tak terkecuali cara yang salah untuk
memperkuat posisinya, akan berakibat buruk. Dalam sejarah nasional kita
mengenal seorang tokoh bernama Ken Arok yang tidak sabar menunggu waktu sampai
dirinya dapat naik tahta secara wajar. Maka ia menggunakan cara licik untuk
merebut tahta Tunggul Ametung. Dapatkah Ken Arok disebut sebagai pahlawan? Dari
tindak-tanduknya yang keji, ia sama sekali tidak layak disebut sebagai
pahlawan! Sebutan apakah yang paling tepat untuk diberikan kepadanya? Agaknya,
Ken Arok lebih pantas disebut sebagai "pengkhianat". Oleh karena itu,
selaku umat beriman kita tidak boleh mencontoh perilakunya. Sebaliknya, kita
dianjurkan untuk sabar dan menguasai diri dalam setiap keadaan. Rasul Paulus
dalam Galatia 5:22 menyebutkan bahwa penguasaan diri
merupakan salah satu dari buah karya Roh Kudus dalam kehidupan umat beriman.
Kesabaran dan penguasaan diri adalah cara yang paling tepat
untuk menanti pemulihan dan perbaikan dari kondisi krisis yang terjadi di
Indonesia. Bila kita sabar dan mampu menguasai diri, niscaya kita tidak akan
menggunakan cara-cara kekerasan dalam langkah mewujudkan hal-hal yang baik bagi
negeri kita. Untuk keperluan itu, kita sebagai umat beriman hendaknya tekun
mendoakan para pemimpin kita dalam upaya memikul tanggung jawab demi
kesejahteraan bangsa kita. Para pemimpin bangsa dan seluruh rakyat Indonesia
membutuhkan kesabaran dalam proses perbaikan di bidang ekonomi, sosial, dan
politik. Bila tidak, maka situasi akan tambah parah. Dalam hal ini kita semua
perlu memperhatikan hikmat Salomo dan belajar untuk menerapkannya pada setiap
aspek kehidupan ini!
Diambil dari:
Judul
artikel
|
:
|
"Sabar
dan Menguasai Diri"
|
Judul buku
|
:
|
"Dari
Kabar Mimbar: Kumpulan Renungan Pdt. U.T. Saputra"
|
Penulis
|
:
|
Pdt. U.T.
Saputra, S.Th., M.Si.
|
Penerbit
|
:
|
Generasi
Info Media, 2006
|
Halaman
|
:
|
49--54
|
Falsafah Biji Gandum
"...sesungguhnya,
jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji
saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah." (Yohanes 12:24)
PROFESOR Doktor Bungaran Saragih dalam kapasitasnya sebagai
Menteri Pertanian pernah menyatakan demikian, "Hal yang perlu dikembangkan
di Indonesia adalah teknologi berbasis pertanian!" Menurutnya,
"Pembangunan sistem agribisnis merupakan penunjang ekonomi nasional!"
Pernyataan Pak Bungaran sangat beralasan, mengingat sebagian besar penduduk
Indonesia adalah masyarakat agraris.
Sebagai negara agraris, wajarlah jika setiap suku bangsa
Indonesia memiliki religi khusus berkaitan dengan ritus alam. Di Jawa Barat
misalnya, masyarakat Sunda menghormati Nyi Pohaci, yakni dewi pelindung padi.
Untuk menunjukkan bakti kepadanya, dilaksanakanlah beberapa ritus, misalnya:
ritus menjelang musim menanam padi, ritus yang mengawali musim panen atau Kawoku
juga ritus pasca panen, meliputi upacara Sarentaun atau Sedekah Bumi,
memasukkan padi ke leuit (lumbung) dan Ngalaksa atau menikmati
hasil panen pertama.
Orang yang mengidentifikasikan diri sebagai orang modern
sulit melihat kegunaan ritus dan upacara seperti diuraikan di atas. Sudah tentu
mereka pun enggan melaksanakannya. Itulah sebabnya, upacara semacam itu masih
bertahan hanya di desa-desa tertentu saja. Namun jika kita cermati benar-benar,
ritus yang dihubungkan dengan peristiwa alam itu memiliki makna mendalam.
Manusia, kendati telah berupaya keras, jika Sang Mahakuasa belum berkenan, maka
keberhasilannya akan dihadang oleh pelbagai peristiwa alam seperti musim
kering, hama, atau banjir. Bahkan jika panen berhasil baik, ada tantangan
menyangkut harga jual yang belum tentu sesuai dengan harapan petani. Belum lagi
menghadapi para pengijon atau tengkulak yang mempermainkan harga. Karenanya,
masyarakat Sunda betul-betul menghayati kemahakuasaan Tuhan atas alam dan
perlindungan-Nya kepada manusia melalui hasil bumi.
Konsep keselamatan dalam iman Kristen bertolak dari
keadilan dan kasih karunia Allah yang menjelma menjadi manusia dalam diri Tuhan
Yesus. Tindakan itu adalah cara Allah yang memberlakukan hukuman atas dosa
manusia, namun sekaligus lewat kasih-Nya Ia menyelamatkannya. Itulah yang
tercatat dalam Injil Yohanes 12:20-36 tentang pernyataan Tuhan Yesus kepada para murid-Nya,
bahwa Ia harus menyerahkan Diri-Nya kepada penguasa dunia ini. Ia menggunakan
falsafah alam untuk menguraikan ajaran-Nya, bahwa Ia akan mati dengan menerima
perlakuan yang keji dari manusia pada zaman itu. Ia tidak berdosa, namun Ia
menanggung hukuman yang sepantasnya dikenakan pada buronan kelas kakap. Meski
demikian, penyiksaan dan kematian-Nya tidak serta-merta mengakhiri misi-Nya
selaku Penyelamat umat manusia. Ia justru berbicara tentang falsafah biji
gandum yang harus ditanam dan mati, kemudian tumbuh untuk menghasilkan buah.
Dengan ungkapan simbolik itu, Tuhan Yesus menyatakan
kemuliaan-Nya lewat kematian yang segera disusul dengan kebangkitan-Nya dari
antara orang mati. Ia adalah Mesias, Sang Penyelamat yang mati, sekaligus
hidup. Karya adikodrati yang ditempuh-Nya menjadi jalan pengampunan dosa bagi
umat manusia dan dunia ini. Melalui peristiwa itulah keadilan dan kasih Allah
dinyatakan serentak.
Allah tidak membatalkan penghukuman atas dosa yang
seharusnya ditanggung oleh manusia, tetapi penghukuman itu ditanggungkan pada
Tuhan Yesus, agar setiap orang yang beriman kepada-Nya memperoleh keselamatan
dan kesempatan menjalani hidup baru.
Para sosiolog dan antropolog merumuskan definisi religi
sebagai paradox yang memiliki dua dimensi: di satu pihak religi
memampukan umat mengatasi persoalan hidup karena memandang kepada Sang
Mahakuasa, tetapi di pihak lain, sadar akan kelemahannya manusia juga menyerahkan
diri ke dalam kekuasaan-Nya. Dampaknya, orang yang berpegang pada rasionalisme
Barat sulit menerima ajaran semacam ini. Mana mungkin ada sesuatu yang gratis
di dunia ini? Tak ada orang yang mau berkorban untuk orang lain tanpa imbalan!
Tidak masuk akal!
Berbeda dengan cara berpikir transaksional semacam itu,
iman Kristen berpijak pada konsep Sola Gratia (hanya karena anugerah).
Ya, anugerah Allah yang diberikan kepada manusia! Tuhan Yesus benar-benar
berkorban demi keselamatan umat manusia dan dunia. Dengan demikian, ibadah dan
ketaatan umat beriman kepada Tuhan bukan untuk memperoleh keputusan
pengampunan, juga bukan sebagai upeti, tanda takluk dari pribadi yang tak
berdaya, melainkan sebagai ungkapan syukur atas berkat yang tak ternilai berupa
keselamatan dalam relasi yang baik dengan Tuhannya.
Dimensi religius yang sejati terpantul melalui tindakan
sosial. Sama seperti petani yang mewujudkannya dengan menyelenggarakan upacara
pasca panen seraya mengajak seluruh warga masyarakat di desanya untuk bersuka
cita dan bersyukur kepada Tuhan. Dengan demikian, ritus religius disatupadukan
dengan ritus sosial. Akar-akar budaya yang bersifat tradisional itu ternyata
mengandung falsafah yang penuh hikmah. Tak berlebihan jika warga masyarakat, khususnya
generasi muda dan orang-orang yang merasa modern, membuka diri untuk menghargai
makna yang terkandung dalam ritus-ritus alam.
Siapa pun yang memahami hal itu secara baik, akan menyadari
hakikat dirinya sebagai insan ciptaan Sang Khalik. Dengan demikian terhindar
dari sikap takabur ketika meraih sukses, sebaliknya tak putus asa ketika
mendapat banyak rintangan. Sikap ini menandai kedewasaan iman kita selaku umat
beragama.
Diambil dari:
Judul
artikel
|
:
|
"Falsafah
Biji Gandum"
|
Judul buku
|
:
|
"Dari
Kabar Mimbar: Kumpulan Renungan Pdt. U.T. Saputra"
|
Penulis
|
:
|
Pdt. U.T.
Saputra, S.Th., M.Si.
|
Penerbit
|
:
|
Generasi
Info Media, 2006
|
Halaman
|
:
|
59--62
|
Firman Allah
"Pada mulanya adalah Firman." Segala sesuatu dijadikan oleh Dia [Yoh.1:1,3]. Berfirmanlah Allah, "Jadilah terang!" [Kej.1:3] Firman yang menjadikan bumi dan segala isinya
menjadi manusia dan mewujudkan Allah dan segala kepenuhan-Nya [Yoh.1:14; Kol.1:19]. Apalagi, "Allah telah
berbicara kepada kita melalui Anak-Nya" [Ibr.1:1]
Berkali-kali di seluruh Alkitab kita mengamati 'komunikasi' Allah. Allah yang
tidak kelihatan berbicara kepada umat-Nya. Kedatangan Yesus merupakan puncak
komunikasi, sampai Yesus sendiri mengatakan "Siapa yang sudah melihat Aku,
ia telah melihat Bapa" [Yoh.14:9]. Perbuatan Yesus dan perkataan Yesus menjadi satu.
Itulah Firman Allah yang berkuasa.
Roh Yesus Kristus berdiam di dalam setiap kita. Melalui kita, Yesus mau
berfirman kepada dunia yang tidak dapat melihat Dia. Karena itu panggilan kita
sangat mulia dan tanggung-jawabnya sangat berat.
Menghadapi Natal tahun 2011 ini, kita perlu menggumuli kembali: "Sampai
berapa jauh 'Firman yang hidup' nyata di dalam diriku?" Penjelmaan Yesus
menjadi suatu tantangan buat kita. Apakah kita mewujudkan Firman yang hidup,
Firman yang kita beritakan? Apakah perbuatan dan perkataan kita menjadi satu?
Komunikasi macam apa yang kita sampaikan?
Setiap tahun, perayaan Natal menjadi kesempatan yang indah untuk
memberitakan'Kabar Baik'. Apa perbedaan antara Natal ini dan tahun yang lalu?
Dalam tahun 2011 ini kita semua sempat mengikuti Langham tahap 1 dan 2. Kita
sudah diingatkan lagi betapa hebatnya kuasa Firman Allah jikalau disampaikan
dengan (a) setia, (b) jelas dan (c) relevan.
Kita sudah bertumbuh dalam iman. Baiklah semua pelajaran dan kemajuan kita
menjadi nyata dalam pelayanan pada Natal ini. Sehingga semua yang kita lakukan
bukan hanya menjadi suatu rutinitas yang diputar berulang-ulang, tetapi suatu spiral
yang naik terus, suatu angin baru, dengan berfirman "Terang dunia sudah
datang!" Marilah kita menjadi terang dalam jemaat dan rumah-tangga kita!
Berani Tampil Beda
"Hukum Taurat disampaikan kepada umat Israel supaya mereka berbeda dari
semua bangsa lain." Begitu uraian Pak Chris Wright dalam ajarannya di
Langham 2. Dengan demikian sifat-sifat Allah dinyatakan melalui umat-Nya. Orang
yang belum mengenal Allah dapat menyaksikan dan mengalami kasih-Nya,
keadilan-Nya dan kekudusan-Nya. Lihat Keluaran 19: 5-6.
Begitu juga
keterangan Pak John Stott mengenai khotbah di bukit. Judul bukunya yang sudah
diterjemahkan adalah "Berani tampil beda". Tuhan Yesus memberi sebuah
'manifesto' tentang kerajaan Allah, yang dibaca dalam tingkah laku umat-Nya,
bukan dalam buku teoritis. Yesus mengatakan kepada murid-Nya, "Kamu adalah
garam dunia", "Kamu adalah terang dunia" (Matius 5: 13 & 14). Asin berbeda dengan lingkungan
yang tawar. Terang berbeda dengan lingkungan yang gelap.
Tema yang
sama dijelaskan lagi oleh Yakobus. Dipandang oleh orang luar, "ibadah yang
murni … adalah mengunjungi yatim-piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka
dan menjaga supaya dirinya tidak dicemarkan oleh dunia" (Yakobus 1: 27). Orang luar tidak dapat melihat iman kita. Yang
mereka amati adalah hubungan-hubungan sosial (apa yang kita lakukan)
dan integritas kita (sifat-sifat watak kita). Melalui kesaksian yang
nyata ini, Tuhan sendiri dinyatakan. Inilah injil yang kita beritakan setiap
saat.
Sebagai
pelayan Tuhan kita selalu disoroti, baik oleh jemaat kita maupun oleh dunia
luar. Yang diuji di mata mereka bukan betapa hebatnya pendidikan kita, tetapi
sampai seberapa jauh kehidupan kita meniru Tuhan Yesus sendiri. Pada awal tahun
2012 ini marilah kita masing- masing merenungkan "sampai seberapa jauh
orang-orang dapat belajar tentang Tuhan Yesus melalui tingkah-laku dan watak
saya?"
Mari kita
memasang sasaran ini sebagai proyek pribadi "Supaya aku makin serupa
dengan Tuhan Yesus Kristus", dan kemudian menyusun suatu daftar secara
spesifik tentang perubahan yang perlu kita kembangkan baik dalam tingkah-laku
maupun dalam watak. Mungkin teman-teman, pacar, suami/istri atau anak-anak Anda
dapat memberi usul tentang hal-hal yang perlu diubah dan diperbaiki. Begitu
juga kita dapat bercermin di depan Firman Tuhan sambil berdoa.
"Selidikilah aku, ya Allah dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah
pikiran-pikiranku; lihatlah apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan
yang kekal" (Mazmur 139:23-24).