BLOG GPdI

Kobarkan Api Pantekosta

Banten, Indonesia

Banggalah pada dirimu sendiri, Meski ada yang tak Menyukai. Kadang mereka membenci karena Mereka tak mampu menjadi seperti dirimu.
::
Start
BLOG GPdI
Shutdown

Navbar3

Cari Blog Ini

Jumat, 12 Desember 2014

RENUNGAN HARIAN FEBRUARI

Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus. Flp. 4:7.


Ada sebuah kisah kuno dari Tiongkok:

Ada seorang petani tua yang memiliki seekor kuda yang digunakan untuk mengolah ladangnya. Suatu hari kuda tersebut melarikan diri di bukit-bukit dan ketika para tetangganya mendengar berita itu, mereka bersimpati kepada orang tua atas nasib buruknya. Namun jawab si petani itu, "Nasib buruk? Nasib baik? Siapa yang tahu?"

Seminggu kemudian, kuda itu kembali dengan membawa kawanan kuda liar dari pegunungan dan kali ini para tetangga mengucapkan selamat kepada petani tua akan keberuntungannya. "Nasib baik? Nasib buruk? Siapa yang tahu?" kata si petani tua itu.

Kemudian, ketika anak si petani tua itu berusaha menjinakkan salah satu kuda liar, ia terjatuh dari punggung kuda itu dan kakinya patah. Semua tetangganya kembali setuju bahwa ini adalah sebuah keberuntungan yang sangat buruk. Petani itu menjawab, "Nasib buruk? Nasib baik? Siapa yang tahu?"

Beberapa minggu kemudian, tentara dari pemerintah masuk ke desa-desa dan memaksa setiap pemuda yang berbadan sehat untuk pergi berperang dalam perang yang berdarah. Ketika mereka melihat bahwa anak petani tua ini mengalami patah kaki, mereka tidak memilihinya. Beberapa minggu setelah peperangan, ada berita bahwa banyak anak-anak dari tetangga si petani tua itu berguguran di medan perang. Semua penduduk desa itu bersedih hati dan berkata kepada si petani tua itu sangat beruntung bahwa anaknya tidak ikut dalam perang. Petani tua itu kembali menjawab, "Nasib baik? Nasib buruk? Siapa yang tahu?"


THINGS TO LEARN:

Kejadian dalam kehidupan kita ini mirip kisah di atas. Kadang sepertinya segala sesuatu berjalan lancar sebagaimana mestinya, namun di lain waktu, segala sesuatu berjalan di dalam situasi yang buruk. Nah, pertanyaannya apakah kita membiarkan perasaan 'up and down' karena keadaan semacam itu mendikte kehidupan dan cara pandang kita terhadap kehidupan ini? Apakah ketika segala sesuatu berjalan dengan baik, lalu perasaan kita menjadi sukacita dan berpikir Immanuel - Tuhan beserta kita? Tapi jika sebaliknya, ketika kita sedang dalam situasi yang buruk, lalu perasaan kita menjadi patah semangat dan berpikir bahwa Tuhan meninggalkan kita?

Lagi-lagi kita belajar dari rasul Paulus di dalam Filipi 4. Rasul Paulus telah belajar untuk bersukacita (ay. 4 - Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!), bahkan dia mengalami damai sejahtera dalam semua keadaan (ay. 7). Rasul Paulus bersukacita ketika hal-hal baik terjadi dalam hidupnya, namun dia pun bersukacita ketika hal-hal buruk itu terjadi - ingat, waktu dia menulis surat kepada jemaat di Filipi, mereka sedang terancam aniaya dan dia sedang di dalam penjara. Sepertinya anjuran nats di atas tidak realistis dan mustahil untuk dilakukan, tetapi perintah ini dianjurkan (ay. 4) oleh rasul Paulus, saat dia mengalami penderitaan!

Mengapa rasul Paulus bisa mengalami kebahagiaan dan sukacita yang luar biasa? Karena rasul Paulus mempunyai damai sejahtera dari TUHAN, yang melampaui segala akal, di dalam Kristus Yesus. Sukacitanya tidak tergantung pada situasi baik maupun buruk, sukacitanya tidak tergantung pada peristiwa-peristiwa yang dialaminya. Tapi sukacita yang keluar dari hati, jiwa dan pikiran yang telah dipenuhi damai sejahtera TUHAN Yesus Kristus.

Persoalan hidup bisa saja membebani kita secara fisik, emosi dan rohani, namun saat kita belajar mempercayai TUHAN, maka kita dapat memiliki kedamaian yang tidak hanya melampaui segala pemahaman, tetapi juga mengatasi kecemasan kita, karena TUHAN telah membuat hati, jiwa dan pikiran kita menjadi tenang. Sehingga kita dapat berkata, bahwa segala sesuatu TUHAN turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia ( Roma 8:28 ). - Nah, pertanyaan terakhir, apakah kita sekarang telah memiliki damai sejahtera dari TUHAN YESUS KRISTUS, seperti rasul Paulus?


WISDOM WORDS:

"Di dalam Alkitab tidak pernah dituliskan, bahwa sukacita itu tergantung pada situasi dan peristiwa."

"Situasi di mana Anda hidup tidak harus hidup dalam Anda."

Read More --►

RENUNAGAN HARIAN JANUARI


Mazmur 100
Tema: Beribadahlah dan bersyukurlah kepada Tuhan

Tujuan: Menolong jemaat beribadah dan bersyukur kepada Tuhan

Latar Belakang: Mazmur 100 diberi judul'Mazmur untuk korban syukur'. Jadi Mazmur ini dipakai oleh orang Yahudi dalam ibadah Pengucapan Syukur. Pada Mazmur 100 ini terdapat 3 perintah:

  1. Beribadahlah (ayat 2).
Kata'beribadahlah' dapat juga diterjemahkan 'layanilah'. Pelayanan pertama dan terutama yang harus kita berikan kepada Tuhan adalah ibadah kita. Tanpa ibadah, pelayanan kita akan kering/tidak berbuah.
Bagaimana cara kita beribadah kepada Tuhan?
    1. dengan sorak-sorai (ayat 1)
      Seperti rakyat menyambut kedatangan rajanya, dengan bunyi trompet dsb. Kita berbakti kepada Tuhan sebagai Raja yang memerintah kita.
    2. dengan sukacita (ayat 2a)
      Kata ini diambil dari kata akar yang artinya 'kegembiraan dan kegentaran karena kelepasan yg sudah dialami'. Kita beribadah kepada Tuhan yang telah melepaskan kita dari belenggu dosa. Kita bersukacita atas anugerah Tuhan yang telah mengampuni kita karena pengorbanan Yesus di kayu salib.
    3. dengan sorak-sorai (ayat 2b)
      Kata ini mengandung arti 'menyanyi dengan penuh keyakinan'. Kita tidak perlu ragu-ragu beribadah kepada Tuhan. Kita memang tidak layak datang menghadap Tuhan, tetapi kita dilayakkan oleh Kristus, maka kita boleh datang dengan penuh keberanian (lbr 10: 19); bukan hanya ke dalam pelataran-Nya (4) tetapi juga ke dalam tempat yang Paling Suci (Ibr 10: 20); ke hadirat Tuhan sendiri.
Apakah isi ibadah kita?
'Pujilah nama-Nya' (ayat 4) dapat juga diterjemahkan 'berkatilah Dia'. Agak aneh bukan? Biasanya kita memohon agar Tuhan memberkati kita, tetapi Pemazmur berkata bahwa kita dapat juga memberkati Tuhan! Istilah bahasa Ibrani untuk kata ini berhubungan dengan kata'berlutut'. Bila kita datang dengan kerendahan hati, bersembah sujud di hadapan Allah serta mempersembahkan diri kita kepada-Nya (Roma 12: 1), maka kita'memberkati Tuhan'. Demikian juga bila kita datang berlutut di hadapan Tuhan dengan tangan kosong yang terulur untuk menerima keselamatan dari Dia, maka kita memberkati Dia. (Ilustrasinya adalah ketika kita memberikan kado, lalu si penerima membayar ongkos kado itu!) Kita memberkati Tuhan ketika kita menerima keselamatan dari-Nya. Kita memberkati Tuhan ketika kita menyerahkan diri kepada-Nya.
  1. Bersyukurlah (ayat 4) 'Masuklah dengan nyanyian syukur' - kelanjutan dari ibadah kita. lbadah kita dipusatkan pada pribadi Tuhan sendiri - pengucapan syukur difokuskan pada pemberian-Nya. Usul praktis: Buatlah daftar berkat Tuhan yang kita terima belakangan ini, lalu panjatkan doa pengucapan syukur.
  2. Ketahuilah (ayat 3)
o    Dasar kita beribadah dan bersyukur. TUHAN/YAHWEH adalah: Allah - Dialah yg Mahakuasa (ayat 3a)
o    Pencipta kita (ayat 3b)
o    Allah yg memilih kita -'punya Dialah kita' (ayat 3c) -'Aku memilih kamu'.
o    Allah yg mengadakan perjanjian kekal dengan kita di dalam Yesus - 'umat-Nya'. (ayat 3d)
o    Pemelihara kita -'kawanan domba gembalaan-Nya' (ayat 3d)
o    Baik (ayat 5). Tuhan tidak pernah mengecewakan. la senantiasa berbuat sesuai dgn sifat/karakter -Nya. la tidak pernah berubah. 'Baik' tidak berarti 'harus sesuai dengan kehendak saya'.)
o    Penuh kasih (ayat 5) - kasih setia - kasih perjanjian.
o    Setia (ayat 5). Tuhan tidak dapat mengangkal Diri-Nya.
Ketahuilah! Semakin kita mengenal Tuhan, semakin kita dapat beribadah dan bersyukur kepada-Nya.
Kesimpulan Respon terhadap Firman Tuhan ini: Saya akan belajar mengenal Tuhan lebih baik dan lebih dekat melalui pembacaan Firman, doa, persekutuan dan pelayanan.
Beribadahlah!
Bersyukurlah!
Ketahuilah!

Khotbah untuk jemaat membaca Alkitab setiap hari

Salam dalam kasih Yesus Kristus,

Sesuai dengan tema buletin bulan ini, maka saya menawarkan kerangka khotbah yang dapat dipakai untuk mendorong jemaat kita membiasakan diri membaca Alkitab setiap hari.
Nas Khotbah: 2 Timotius 3: 10-17 (khususnya ayat 14-17).
  • Negara: Mengapa kita perlu membaca Kitab Suci?
Pengantar: Menjelang akhir hidupnya, Rasul Paulus memberi pesan-pesan penting kepada anak rohaninya, Timotius. Paulus menegaskan antara lain, pentingnya Kitab Suci dalam kehidupan Timotius dan setiap orang percaya.
  • Pulau-pulau dan kota-kota: kita perlu membaca serta merenungkan Firman Tuhan karena:
  1. Kitab Suci diilhamkan oleh Allah (ayat 16)
    • 'Diilhamkan Allah' = dinafaskan oleh Allah (theopneustos/BEolrv£ucroc dalam bahasa Yunani). Kitab Suci berasal dari Allah sendiri dan disampaikan kepada para penulis Alkitab oleh Roh Kudus, Nafas Allah (2 Petrus 1: 20-21).
    • Illustrasi: Kata 'dorongan' dalam 2 Petrus 1: 20-21 dapat dipakai dalam konteks 'berlayar', dimana seorang pelayar harus memasang layar perahunya, tetapi tanpa angin, kapalnya tidak akan bergerak.
    • Seluruh Kitab Suci diilhamkan Allah. Dengan kata lain Alkitab tidak 'mengandung' Firman Allah, melainkan Alkitab adalah Firman Allah.
    • Oleh karena Alkitab adalah Firman Allah, maka kita dapat percaya sepenuhnya kepada Alkitab.

  1. Kitab Suci menuntun kita kepada keselamatan (ayat 15)
    • Sejak masa kecilnya, Timotius mengenal Kitab Suci berkat bimbingan ibu dan neneknya (2 Tim 1: 5).
    • Aplikasi: Orang tua Kristen harus mengajar Firman Tuhan kepada anak-anaknya.
    • Kitab Suci yang dikenal Timotius sejak masa kecilnya menuntun dia kepada keselamatan. Namun keselamatan tidak menjadi miliknya secara otomatis. Keselamatan adalah 'oleh iman kepada Kristus Yesus'. Jadi Timotius harus percaya kepada Yesus secara pribadi.
    • Aplikasi: Mengenal Kitab Suci tidak menjamin keselamatan. Kita harus menaruh iman kepada Yesus sebagai Juruselamat pribadi.

  1. Kitab Suci membentuk hidup kita (ayat 16)
    • Alkitab bermanfaat untuk mengajar.
    • Melalui Alkitab, Roh Kudus mengajar kebenaran (truth) kepada kita, seperti seorang guru yang istimewa (Yohanes 14: 26)
    • Alkitab bermanfaat untuk menyatakan kesalahan.
    • Melalui Alkitab, Roh Kudus menyatakan kesalahan dalam pikiran dan doktrin kita. Hal ini perlu sekali bagi Timotius yang harus menentang ajaran palsu (2 Tim 2:14 - 3:9). Demikian juga, kita perlu menguji setiap ajaran baru apakah menurut standar Firman Tuhan.
    • Alkitab bermanfaat untuk memperbaiki kelakuan.
    • Melalui Alkitab, Roh Kudus menyatakan hal-hal dalam hidup kita yang tidak berkenan kepada Tuhan. Alkitab seumpama cermin yang menyatakan noda-noda pada muka kita yang harus dibersihkan.
    • Alkitab bermanfaat untuk mendidik dalam kebenaran (righteousness).
    • Melalui Alkitab, Roh Kudus menumbuhkan buah-Nya di dalam diri kita (Mazmur 119: 9; Gal 5: 22-23).

  1. Karena Kitab Suci melengkapi kita untuk setiap perbuatan baik (ayat 17)
    • 'Dengan Alkitab itu orang yang melayani Allah dapat diperlengkapi dengan sempurna untuk segala macam pekerjaan yang baik.' (2 Tim 3: 17 - Alkitab Kabar Baik). Dengan kata lain, jika kita membaca Alkitab setiap hari, lalu merenungkan serta melakukannya, maka kita akan menuju kedewasaan rohani dalam pikiran, perkataan serta perbuatan kita.
    • Lagu Kebangsaan: Marilah kita maju terus kepada kedewasaan rohani di dalam Kristus.

Berkat-berkat dari Gunung Gerizim dalam Kitab Ulangan 28:1-14
Penelaahan Alkitab
Banyak orang yang sudah mengetahui adanya tantangan dalam pengajaran kesuksesan yang sudah memengaruhi banyak gereja, sementara masih sering didasarkan pada pemahaman yang salah tentang perikop-perikop Alkitab. Bahan di bawah ini merupakan tulisan kerangka khotbah koordinator wilayah Afrika, Emmanuel Oladipo, yang dapat didiskusikan bersama dalam kelompok pengkhotbah Anda. Bahan ini diterjemahkan dari Preachers Club News Langham Intemational edisi September 2012.
Berkat-berkat dari Gunung Gerizim dalam Kitab Ulangan 28:1-14
Latar belakang: Perikop ini penuh dengan janji yang biasa diterapkan pada orang Kristen oleh pengajar pengajar Injil kesuksesan tanpa memandang konteks atau kondisi. Bagaimana kita bisa memahami dan menerapkannya dengan benar?
  1. Konteks dan Isi
Ini adalah hukum-hukum dalam Perjanjian Lama. Konteksnya adalah Musa menyampaikan kata-kata terakhinya kepada bangsa Israel sebelum kematiannya dan sebelum mereka memasuki Tanah Perjanjian. Perkataan ini didahului dan diikuti oleh kata-kata kutuk yang akan terjadi apabila hukum-hukum ini tidak dipatuhi. Isinya adalah rangkaian panjang janji-janji yang bersyarat:
  1. Menyeberangi Jembatan
Ketika kita menyeberangi jembatan dan memasuki zaman Perjanjian Baru, kutukan-kutukan dari Perjanjian Lama memberi jalan kepada kasih karunia injil. Ini dapat digambarkan sebagai berikut:
  1. Penerapan
    • Sebagaimana bangsa Israel tidak bisa memenuhi Hukum Taurat, kita juga tidak bisa memenuhinya sehingga sebagaimana mereka menerima kutuk, kita juga tidak bisa menerima berkat-berkat.
    • Syukur kepada Tuhan Allah karena kasih karunia-Nya dalam Yesus Kristus yang telah melepaskan setiap orang yang taat kepada Allah dari kutuk Hukum Taurat.
    • Konsekuensinya bagi orang-orang yang tidak taat, yang menolak Injil, bukan di dunia ini saja, tapi juga dalam kekekalan. Demikian juga, berkat-berkat bagi orang yang hidup dalam ketaatan kepada-Nya bukan di dunia ini saja, tapi juga dalam kekekalan.

Kerangka Khotbah Natal
Apakah Anda bergumul mencari ide yang baru untuk sekian banyak khotbah Natal yang harus disampaikan tahun demi tahun? Jika demikian, maka bulan ini saya ingin membagikan 2 kerangka khotbah Natal sebagai berikut:

1. Kerangka Khotbah Natal untuk Orang Dewasa
Nas Khotbah:
Lukas 1: 68-79

Tema (Negara): Terpujilah Tuhan yang Telah Melawat Kita

Pulau/Kota:
  1. Apa yang diperbuat Allah?
    • Ia melawat umatNya (68, 78b)
    • Ia melepaskan umatNya (68, 71)
    • Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita (69)
      [tanduk = lambang kekuatan; kuasa keselamatan Allah dinyatakan di dalam Kristus]
  2. Apakah motivasi Allah berbuat hal-hal ini?
    • Allah senantiasa memenuhi janjiNya (70, 72b, 73) [lebih dari 400 janji tentang kedatangan Mesias dalam PL]
    • Allah penuh rahmat dan belas kasihan (72a, 78a) [Rahmat Allah membawa Rekonsiliasi dengan Allah Hanya Melalui AnakNya yang Tunggal]
  3. Apakah tujuan perbuatan Allah ini?
    • Membawa terang kepada kita yang diam dalam kegelapan (79)
    • Membawa damai dengan Allah dan sesama kita (79)
    • Supaya kita beribadah kepada-Nya tanpa takut (74)
    • Dalam kekudusan [status kita yang sudah menjadi milik Allah yang kudus]
    • Dalam kebenaran [cara hidup kita sebagai anakanak Tuhan] (75)
Tuhan telah melawat kita dan menetap. Apakah respons kita? Apakah kita hanya'melawat' Tuhan pada waktuwaktu tertentu lalu kembali ke dalam kesibukan kita masing-masing? Ataukah kita sudah menyambut Yesus dan hidup menurut ayat 74-75?

2. Kerangka Khotbah Natal untuk Anak-anak
[Untuk khotbah ini perlu dipersiapkan beberapa perhiasan yang dapat digantungkan pada pohon Natal oleh anak-anak dan sebuah 'kado' (kotak) dengan tulisan 'Kado untuk Kristus' pada kertas pembungkus].

Nas khotbah:
Lukas 1: 26-38; Lukas 2: 8-14

Tema: Menghias Pohon Natal untuk Mendalami Arti Kedatangan Yesus
1. Kedatangan Yesus membawa terang (Lukas 2: 9) [Bintang perak digantungkan pada pohon]
2. Kedatangan Yesus membawa sukacita (Lukas 2: 10) [Lonceng biru digantungkan]
3. Kedatangan Yesus membawa kuasa (Lukas 1: 32-33) [Mahkota emas digantungkan]
4. Kedatangan Yesus membawa damai (Lukas 2: 14) [Merpati hijau digantungkan]
5. Kedatangan Yesus membawa kasih-karunia (Lukas 1: 30) [Salib merah digantungkan]
Yesus datang untuk membawa semuanya ini kepada kita. Apa yang harus kita bawa kepada Yesus?

[Seorang anak membuka kado yang sudah dipersiapkan dan di dalamnya terdapat sehelai kertas dengan tulisan 'DIRIKU'].

Marilah kita masing-masing membawa diri kita kepada Kristus!

[Jika jumlah anak tidak terlalu banyak, maka dapat disediakan kertas yang cukup untuk masing-masing anak menulis nama mereka pada sehelai kertas lalu memasukkannya kedalam kotak itu sebagai 'hadiah' mereka untuk Yesus].



Integritas seorang Hamba Tuhan

Daftar isi

Teks Khotbah:

1 Timotius 4

Negara:

Integritas seorang Hamba Tuhan

Pengantar:

Timotius adalah seorang penakut (2 Tim 1:7), mudah sakit (5:23), muda (4:12 – kemungkinan usianya antara 35 dan 42), serta dikelilingi oleh berbagai masalah seperti misalnya ajaran sesat yang karakteristiknya antara lain:
  • Cenderung menimbulkan kontroversi (1:4,6:4)
  • Penuh tipu daya (4:1-3)
  • Tidak bermoral (1:19, 20)
  • Serakah dalam mendapatkan keuntungan materi (6:5)
  • Asketisme yang salah (4:1-5)

Pulau­Pulau dan Kota-­Kota:

1.      Hamba Tuhan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri. Awasilah dirimu dan ajaranmu (ay 16; cf ay 7). "Keep a firm grasp on both your character and your teaching," (versi Alkitab The Message). Berhati-hatilah dari bahaya 'mengawasi orang lain secara seksama' sehingga kita lupa untuk mengawasi karakter dan ajaran kita sendiri.
1.      Latihlah (ay 7b-10a). Secara harafiah berarti kita perlu berjerih payah dan berjuang (gymnasticise).
2.      Bertumbuhlah (ay 6b, 15), 'terdidik'…. supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang'. Ketika kita menempati suatu posisi baru dalam kepemimpinan, kadang ada teman-teman yang berkata "jadilah dirimu sendiri, jangan berubah!" Komentar itu benar tapi juga salah. Kita harus berubah untuk menjadi semakin seperti Yesus.
3.      Bertekunlah (ay 16). Doa dari Sir Francis Drake: "O Tuhan Allah, Engkau sudah memberi kepada hamba- hamba-Mu ini kemampuan untuk melakukan berbagai pekerjaan. Karuniakan kesadaran untuk mengetahui bahwa hal itu bukanlah di awal saja, tetapi sesuatu yang terus berlanjut sampai selesai, yang akan menghasilkan kemuliaan yang sejati, melalui Dia yang demi untuk menyelesaikan pekerjaan-Mu telah menyerahkan hidup-Nya, Penebus kita, Yesus Kristus."
2.      Hamba Tuhan dalam hubungannya dengan orang lain.
1.      Mengingatkan (ay 6). Secara harafiah kata ini berarti 'letakkan di bawah': pengingat Alkitab yang berfungsi seperti batu loncatan yang memampukan kita untuk bisa dengan cepat dan aman melompati sungai yang mengalir deras.
2.      Beritakanlah/perin­ tahkan dan ajarkanlah (ay 11, 12a). Kami memerintahkan dan mengajarkan Firman Allah dengan otoritas Allah, bukan dengan otoritas dari diri kita sendiri.
3.      Jadilah teladan (ay 12b) dalam kasih, kesetiaan dan kesucian. Definisi Barclay:
§  Kasih: kepedulian yang membara kepada orang lain: tidak pernah jadi pahit, tidak pernah membenci, dan tidak pernah menolak untuk mengampuni.
§  Iman: kesetiaan yang membara kepada Kristus. Seorang tentara yang sangat bernilai adalah seseorang yang dapat terus berjuang walaupun tubuhnya lelah dan perutnya kosong, dan ketika situasi tampaknya tanpa harapan, atau ketika mereka berada di tengah situasi yang tidak mereka pahami.
§  Kemurnian: ketaatan yang membara untuk mengikuti standar Kristus.
4.      Bersungguh­-sungguhlah (ay 13) (versi Alkitab Kabar Baik). Tugas yang nampaknya sepele, mislanya membaca Alkitab dalam kebaktian, harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan dengan persiapan yang matang.
3.      Hamba Tuhan dalam hubungannya dengan Tuhan.
1.      Peka terhadap tuntunan Roh Kudus (ay 1-2). Mendengarkan suara Roh Kudus adalah seperti menyetel frekuensi untuk mendengarkan stasiun radio pilihan kita.
2.      Bersyukur dan berdoa (ay 3-5)
3.      Rendah hati (ay 6). 'pelayan' = penunggu meja. Kita adalah pelayan-pelayan Yesus Kristus dan hal terutama serta yang pertama adalah kita harus melaksanakan perintah-Nya.
4.      Penuh pengharapan (ay 10)

Penutup dan Lagu Kebangsaan

Bagaimana hal ini mungkin? ay 14 – dalam kekuatan Allah, dengan Roh-Nya.
Apakah ini berharga? Ayat 16b. Apakah kita rindu mendengar suara Tuhan berkata kepada kita kelak: "Baik sekali perbuatanmu, hai hambaku yang baik dan setia?" (Matius 25:21).

Mengapa kita perlu membaca Kitab Suci?

Oleh Rosemary Aldis

Daftar isi

Nas Khotbah

2 Timotius 3:10-17 (khususnya ayat 14 - 17).

Negara

Mengapa kita perlu membaca Kitab Suci?
Pengantar: Menjelang akhir hidupnya, Rasul Paulus memberi pesan-pesan penting kepada anak rohaninya, Timotius. Paulus menegaskan antara lain, pentingnya Kitab Suci dalam kehidupan Timotius dan setiap orang percaya.

Pulau-pulau dan Kota-kota

kita perlu membaca serta merenungkan Firman Tuhan karena:

1.      Kitab Suci diilhamkan oleh Allah (ayat 16)
o    'Diilhamkan Allah' = dinafaskan oleh Allah (theopneustos/θεοπνευστος dalam bahasa Yunani). Kitab Suci berasal dari Allah sendiri dan disampaikan kepada para penulis Alkitab oleh Roh Kudus, Nafas Allah (2 Petrus 1:20-21).
o    Illustrasi: Kata 'dorongan' dalam 2 Petrus 1:20-21 dapat dipakai dalam konteks 'berlayar', dimana seorang pelayar harus memasang layar perahunya, tetapi tanpa angin, kapalnya tidak akan bergerak.
o    Seluruh Kitab Suci diilhamkan Allah. Dengan kata lain, Alkitab tidak 'mengandung' Firman Allah, melainkan Alkitab adalah Firman Allah.
o    Oleh karena Alkitab adalah Firman Allah, maka kita dapat percaya sepenuhnya kepada Alkitab.
2.      Kitab Suci menuntun kita kepada keselamatan (ayat 15)
o    Sejak masa kecilnya, Timotius mengenal Kitab Suci berkat bimbingan ibu dan neneknya (2 Tim 1:5).
o    Aplikasi: Orang tua Kristen harus mengajar Firman Tuhan kepada anak-anaknya.
o    Kitab Suci yang dikenal Timotius sejak masa kecilnya menuntun dia kepada keselamatan. Namun keselamatan tidak menjadi miliknya secara otomatis. Keselamatan adalah 'oleh iman kepada Kristus Yesus'. Jadi Timotius harus percaya kepada Yesus secara pribadi.
o    Aplikasi: Mengenal Kitab Suci tidak menjamin keselamatan. Kita harus menaruh iman kepada Yesus sebagai Juruselamat pribadi.
3.      Kitab Suci membentuk hidup kita (ayat 16)
o    Alkitab bermanfaat untuk mengajar.
o    Melalui Alkitab, Roh Kudus mengajar kebenaran (truth) kepada kita, seperti seorang guru yang istimewa (Yohanes 14:26) Alkitab bermanfaat untuk menyatakan kesalahan.
o    Melalui Alkitab, Roh Kudus menyatakan kesalahan dalam pikiran dan doktrin kita. Hal ini perlu sekali bagi Timotius yang harus menentang ajaran palsu (2Tim 2:14 - 3:9). Demikian juga, kita perlu menguji setiap ajaran baru apakah menurut standar Firman Tuhan.
o    Alkitab bermanfaat untuk memperbaiki kelakuan.
o    Melalui Alkitab, Roh Kudus menyatakan hal-hal dalam hidup kita yang tidak berkenan kepada Tuhan. Alkitab seumpama cermin yang menyatakan noda-noda pada muka kita yang harus dibersihkan.
o    Alkitab bermanfaat untuk mendidik dalam kebenaran (righteousness).
o    Melalui Alkitab, Roh Kudus menumbuhkan buah-Nya di dalam diri kita (Mazmur 119:9; Gal 5:22-23).
4.      Karena Kitab Suci melengkapi kita untuk setiap perbuatan baik (ayat 17)
o    'Dengan Alkitab itu orang yang melayani Allah dapat diperlengkapi dengan sempurna untuk segala macam pekerjaan yang baik.' (2 Tim 3:17Alkitab Kabar Baik). Dengan kata lain, jika kita membaca Alkitab setiap hari, lalu merenungkan serta melakukannya, maka kita akan menuju kedewasaan rohani dalam pikiran, perkataan serta perbuatan kita.

Lagu Kebangsaan

Marilah kita maju terus kepada kedewasaan rohani di dalam Kristus.

Kristus dan Perjanjian Lama

Berikut ini adalah tulisan Chris Wright (International Director, Langham Partnership International) mengenai hubungan antara Kristus dan Perjanjian Lama. Semoga tulisan ini dapat lebih memperlengkapi Anda dalam berkhotbah dari Perjanjian Lama.

Daftar isi

 

Bagian 1

Perjanjian Lama menceritakan kisah yang disempurnakan oleh Yesus

Di Matius 1, Matius mengawali Injilnya bukan dengan kisah kelahiran Yesus, tapi dengan silsilah Yesus. Ia seolah-olah berkata kepada pembacanya: Anda tidak akan mengerti cerita yang akan saya sampaikan kecuali Anda memandangnya dari sisi cerita yang terkandung dalam silsilah yang mengalir dari Abraham ke Daud, kisah pembuangan dan kembali dari pembuangan, sampai dengan "Yusuf, suami dari Maria yang melahirkan Yesus yang disebut dengan Mesias' (Matius 1:16).

Yesus adalah tujuan akhir dari kisah tersebut. Dari sudut pandang saksi Perjanjian Baru, cerita itu mengarah kepada-Nya. Dengan demikian, Yesus hanya bisa dipahami dengan benar dari sudut pandang cerita tersebut, dan sebaliknya. Cerita itu hanya bisa dipahami (dari sudut kekristenan) jika dipandang dari penggenapan Yesus. Perjanjian Lama bagaikan sebuah perjalanan yang bermakna apabila dipandang dari tujuan akhirnya. Anda tidak akan berada dalam perjalanan ini kalau Anda tidak memiliki tujuan khusus tersebut di benak Anda. Demikian juga, Anda tidak akan tiba pada tujuan akhir ini tanpa perjalanan khusus tersebut. Perjalanan dan tujuan akhir saling melengkapi.

Jadi cara saya yang pertama dalam 'memandang Yesus bila dihubungkan dengan Perjanjian Lama' adalah berkenaan dengan kesinambungan narasi. Akan tetapi, yang saya maksudkan bukan sekedar keterkaitan kronologis sebab Perjanjian Lama bukanlah sekedar kisah. Sebagai Firman Allah, Perjanjian Lama membentuk kisah itu sendiri.

Sudut pandang dunia kekristenan dibentuk oleh kisah agung dalam Alkitab, yang tentu saja berawal dalam Perjanjian Lama dan sebagian besar arahnya mengalir melalui Perjanjian Lama. Kisah penciptaan, kejatuhan manusia, penebusan dalam sejarah dan pengharapan masa depan dijelaskan semuanya dalam kitab suci bangsa Israel.

Akan tetapi, Perjanjian Baru menyatakan bahwa dalam Kristus kita memiliki batu penjuru keseluruhan rentangan besar narasi Alkitab yang membentang dari penciptaan ke penciptaan baru. Dia adalah tujuan akhir dari Perjanjian Lama yang menjadi bagian dari kisah agung, baik dari segi kronologis, yaitu Dia datang 'pada waktu yang tepat' pada akhir zaman Perjanjian Lama, maupun dari segi teologis dan eskatologis, yakni Dia juga menjadi tujuan akhir keseluruhan narasi Alkitab yang diluncurkan dan diantisipasi dalam Perjanjian Lama.

Perjanjian Lama menyatakan janji yang digenapi oleh Yesus

Dalam Matius 1-2 terdapat lima kutipan Perjanjian Lama yang dikatakan 'digenapi' melalui Yesus: Matius 1:22-23 (Imanuel), Matius 2:5-6 (Betlehem), Matius 2:15(Mesir), Matius 2:17-18 (Rahel), Matius 2:23 (orang Nazaret). Pernyataan-pernyataan ini jelas bukan sekedar prediksi. Beberapa diantaranya merujuk kepada masa lalu sejarah Allah dengan bangsa Israel.

Dengan cara ini tampaknya Matius ingin menunjukkan bahwa seluruh komitmen Allah terhadap umat-Nya dalam penebusan dan perjanjian, sebagaimana terdapat terutama dalam kitab nabi-nabi, sekarang telah mencapai klimaksnya dalam Yesus. Dia memahami bahwa dalam Yesus ada penggenapan akan janji, bukan hanya prediksi, melainkan satu 'janji' yang sangat besar yang dibuat Allah untuk bangsa Israel dan untuk bangsa-bangsa lain.

Kisah Perjanjian Lama yang agung bukan sekedar narasi dari serangkaian peristiwa dan generasi (seperti yang digambarkan oleh silsilah), tapi juga pernyataan maksud - sebuah maksud yang mencapai sasarannya dalam Kristus. Dengan demikian, Kristus bukan hanya ujung kisah Perjanjian Lama, tapi juga telos-nya; bukan hanya 'akhir dari perjalanan' tapi juga 'tujuan' dari perjalanan. Semua ini adalah satu janji agung yang mengarah ke depan kepada Yesus, tapi dengan keragaman yang besar.

Penggabungan kedua pokok di atas, lewat kiasan tentang sebuah perjalanan, membantu saya dalam menjelaskan, terutama kepada peserta pelatihan khotbah, cara membaca dan mengkhotbahkan Perjanjian Lama jika dikaitkan dengan Kristus, tanpa berusaha membuat keseluruhan Perjanjian Lama 'selalu mengenai Yesus' (karena ini akan jadi kecenderungan menafsirkan dan homiletik yang sangat aneh).

Jika kita duduk dalam kereta api ke Surabaya dari Jakarta, kita tahu bahwa Surabaya adalah ujung dan telos perjalanan kita - akhir dari perjalanan, sesuai dengan arti kedua kata tersebut. Jadi apa yang kita lihat dari jendela adalah pemandangan di tempat tersebut karena itulah perjalanan kita. Tujuan yang berbeda akan memiliki pemandangan yang berbeda dalam perjalanan. Inilah kereta api Surabaya. Akan tetapi, bukan berarti bahwa kemana pun kita memandang, kita sedang melihat Surabaya. Pemandangannya merupakan bagian dari sebuah perjalanan yang menuju ke Surabaya; tapi belum sampai Surabaya.

Oleh karena itu, saya berbicara tentang Perjanjian Lama sebagai 'Kristo-telik', bukan 'Kristosentris' (istilah ini saya peroleh dari seseorang yang tidak saya ingat lagi). Setiap bagian dari Perjanjian Lama, sedikit banyak, 'mengarah ke' Yesus - bagian dari pemandangan dalam perjalanan yang menuju kepadaNya. Akan tetapi, bukan berarti bahwa setiap ayat atau bagian dari Alkitab adalah tentang Yesus, seolah-olah Anda sedang memandang-Nya secara langsung dalam perjalanan tersebut. (Bersambung).

Bagian 2

Perjanjian Lama melukiskan identitas yang diterima Yesus

Matius 3:13-17 mencatat pembaptisan Yesus pada waktu suara sorgawi Allah Bapa memanggil-Nya dengan memakai sebutan dari Perjanjian Lama, yaitu sebagai Hamba Allah (Yesaya 42:1) dan raja Mesias anak Daud – Anak Allah (Mazmur 2:7). Bagian lain dalam Perjanjian Baru yang menyebut identitas Yesus atau menjelaskan pekerjaan-Nya juga diambil dari Perjanjian Lama: Anak Manusia, Juruselamat, Kristus, Nabi, Gembala, dll. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa salah satu dari sebutan ini sebagai gambaran fotografis yang tidak samar-samar dari Yesus dari Nazaret. Kebingungan seputar identitas Yesus dalam Injil menunjukkan bahwa yang sesungguhnya sama sekali tidak demikian. Maksud saya sederhana, yaitu dalam pergumulan untuk mengartikulasikan siapa Yesus menurut pendapat-Nya sendiri dan siapa Dia menurut pandangan pengikut-pengikut-Nya yang pertama, mereka selalu kembali pada kitab suci mereka, yang di dalamnya terdapat uraian tugas dan seluk-beluk pribadi Yesus.
Jadi itu adalah cara lain yang saya usulkan kepada pembaca dan pengkhotbah dalam 'memandang' Kristus dalam Perjanjian Lama – bukan dengan ketepatan gambaran fotografis, tapi dengan sejenis bahasa antisipatoris yang mengemukakan ciri-ciri pekerjaan dan seluk-beluk pribadi.
Secara lebih mendalam, kita dapat melihat identitas Kristus dalam kontur bangsa Israel – mengingat misi-Nya sebagai Mesias adalah untuk mewujudkan dan menghidupkan kembali kisah bangsa Israel, tetapi untuk tujuan yang berbeda dan lebih tinggi yaitu penebusan. Penjelasan ini mengarah kepada poin keempat:

Perjanjian Lama memprogramkan sebuah misi yang diselesaikan Yesus

Matius 4:12-17 – "Kerajaan Sorga sudah dekat!" Ungkapan Kerajaan Sorga tentu saja bukan bermula dari Yesus. Namun demikian, isinya yang sangat terperinci ada dalam Perjanjian Lama tentang apa yang akan terjadi pada bangsa Israel dan pada bangsa-bangsa ketika YAHWEH datang bertakhta sebagai raja yang diakui. Yesus mengawali misi-Nya dengan memanggil bangsa Israel untuk bertobat dan dipulihkan dan dengan mengumpulkan bangsa-bangsa (misi ganda yang lebih jelas dalam Lukas 1-4), di tengah-tengah perlawanan Iblis yang dahsyat.
Tinjauan saya yang lebih terperinci tentang misi Allah – yaitu penebusan bangsa-bangsa dan pembaharuan ciptaan – menunjukkan dengan lebih jelas konsistensi deklarasi misi tersebut dalam Perjanjian Lama (melekat dalam janji Allah kepada Abraham) dengan penegasan penyelesaiannya oleh Kristus dalam Perjanjian Baru. Berdasarkan pemahaman itu, saya memandang Kristus dalam Perjanjian Lama dengan cara yang sama dengan Paulus yang mengamati Injil diberitakan terlebih dahulu di tempat tersebut, dalam 'penginjilan pendahuluan' kepada Abraham sehubungan dengan berkat untuk bangsa-bangsa (Galatia 3:8).
Dengan menggabungkan dua pokok terakhir (identitas dan misi Kristus sebagaimana terikat dengan Firman dalam Perjanjian Lama), saya menemukan kombinasi yang sama dinyatakan dalam pasal terakhir Injil Lukas. Lukas 24 berisi ayat-ayat kunci yang dipakai untuk membahas bagaimana Perjanjian Baru memandang Kristus yang dikaitkan dengan Perjanjian Lama. Sekarang saya menyadari sesuatu yang signifikan pada waktu Yesus berjalan ke Emaus. Strategi hermeneutik Yesus untuk menjelaskan hal-hal tentang diri-Nya adalah dengan 'memulai dari kitab Musa dan seluruh kitab nabi-nabi'; Dia tidak memulai dari diri-Nya sendiri untuk menjelaskan Hukum Taurat dan kitab para nabi. Sungguh benar bahwa Firman Allah merupakan kunci untuk memahami Yesus sebagaimana Dia merupakan kunci untuk memahami Firman Allah.
Akan tetapi, dalam pertemuan murid-murid pada malam itu, Yesus secara meyakinkan mengartikulasikan pendekatan hermeneutikal terhadap Firman Allah, yang bersifat mesianis dan misional:
Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci. Kata-Nya kepada mereka, "Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampungan dosa harus disam- paikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. (Lukas 24:45-47)
Murid-murid Kristus harus membaca Perjanjian Lama untuk memperoleh makna mesianis (menunjuk kepada Yesus), dan makna misional (menunjuk kepada rencana Allah bagi bangsa-bangsa dan peran kita di dalamnya).

Perjanjian Lama mengemukakan nilai-nilai etis yang didukung Yesus

Matius 5:17-20 – Yesus menegaskan keabsahan Hukum Taurat. Seluruh Khotbah di Bukit mencer- minkan isi Perjanjian Lama. Ajaran Yesus (dan semua bagian lain dalam Perjanjian Baru), tentu saja melebihi dan memperdalam Perjanjian Lama, tapi dalam berbagai hal tetap bertumpu pada ajaran mendasar Perjanjian Lama yang diberikan kepada bangsa Israel, yaitu ajaran yang ditujukan untuk menolong umat Allah menjadi bangsa yang berbeda dari bangsa-bangsa di sekelilingnya. Seperti Perjanjian Lama, Yesus juga menekankan prinsip-prinsip mendasar seperti: prioritas mengalami anugerah keselamatan dari Allah sebelum berusaha hidup dalam ketaatan dan rasa syukur; meniru karakter dan tindakan Allah dalam perbuatan etis; memperhatikan orang yang kekurangan; belas kasihan dan keadilan sosial; perbedaan moral (garam dan terang). Oleh karena itu, menurut saya, ada kesinambungan nilai-nilai etis antara Kristus dan Perjanjian Lama, bahkan pada saat terjadi pembaharuan radikal.

Perjanjian Lama menyatakan Allah yang memiliki otoritas dan hadirat yang menjelma dalam Yesus

Dalam ayat pembukaannya, Matius memperkenalkan Yesus sebagai Mesias; sementara dalam Perjanjian Lama atau pandangan Yahudi abad pertama ke- mesias-an tidak sama dengan keilahian. Meskipun demikian, ada petunjuk-petunjuk dalam Injil, yang mencapai klimaks dalam pengakuan Yesus setelah kebangkitan. Petunjuk-petunjuk ini mengarah kepada pengakuan bahwa dalam pribadi Yesus dari Nazaret, Allah YAHWEH bangsa Israel benar-benar telah hidup di antara mereka – menyatakan dan melakukan hal-hal yang hanya bisa dilakukan oleh TUHAN. Kutipan dari Yesaya 40:3 (persiapkanlah jalan untuk TUHAN), yang digunakan oleh Matius untuk memperkenalkan Yohanes Pembaptis, menempatkan Yohanes dalam peran mempersiapkan jalan bagi TUHAN yang akan datang. Pertanyaan yang diajukan murid-murid Yohanes dalam pasal 11 membuat Yesus mengutip dengan jelas Yesaya 35 mengenai tanda-tanda yang akan menyertai kedatangan Allah kepada umat-Nya, diikuti oleh sebutan bahwa Yohanes adalah Elia yang dinubuatkan oleh Maleaki 3:1, yang diutus mendahului Allah untuk mempersiapkan jalan-Nya. Transfigurasi atau perubahan rupa (pasal 17), yang merupakan peristiwa misterius hadirat ilahi, diikuti oleh percakapan tentang Elia yang datang lebih dahulu - mengingatkan akan nubuat Maleaki bahwa Allah akan mengutus Elia sebelum Ia sendiri datang.
Akan tetapi, pernyataan paling jelas yang mengkait- kan Yesus kepada YAHWEH terdapat dalam klimaks pengakuan setelah kebangkitan dan pengutusan dalam Matius 28:18-20. Kitab Ulangan meringkas iman mono-Yahweh Perjanjian Lama dalam perkataan: "TUHANlah Allah di langit di atas dan di bumi di bawah. Tidak ada yang lain kecuali Dia." (Ulangan 4:35). Matius menggambarkan bagaimana Yesus dengan sikap tenang berkata, "KepadaKu telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi."
Dengan demikian, ketika membaca gambaran Allah dalam Perjanjian Lama, saya tidak mencari petunjuk yang dibuat-buat dalam setiap ayat bahwa Yesus harus ada di dalamnya. Melainkan, sebagai pembaca Kristen, saya menyadari bahwa Allah yang menyatakan diri-Nya kepada saya dalam lembaran-lembaran Perjanjian Lama adalah Allah yang saya kenal dan 'lihat' di wajah Yesus dalam Perjanjian Baru.
Secara singkat, ringkasan saya terhadap keenam poin di atas adalah bahwa saya melihat adanya hubungan organik antara Kristus dengan Perjanjian Lama yang bersifat historis (karena ada cerita yang mengaitkannya), mengandung janji (karena janji dalam yang satu digenapi dalam yang lain), representasional (karena identitas Israel yang menjelma dalam Yesus), misional (karena agenda ilahi yang diselesaikan oleh Yesus), etis (karena konsistensi antara tuntutan etis dan respon) dan yang terakhir inkarnasi (karena dalam Yesus dari Nazaret, Yang Kudus dari Israel hidup di antara kita).

Adakah Harta yang Baru
Adakah Harta yang Baru?
Setelah mengajar beberapa perumpamaan tentang Kerajaan Sorga, Yesus bertanya kepada murid-Nya, "mengertikah kamu semuanya itu?" Mereka menjawab, "Ya, kami mengerti". Maka berkatalah Yesus kepada mereka: "Karena itu setiap ahli Taurat yang menerima pelajaran dari hal Kerajaan Sorga itu seumpama tuan rumah yang mengeluarkan harta yang baru dan yang lama dari perbendaharaannya." (Matius 13: 51 - 52).

Yesus menantang mereka yang mengajar Firman Tuhan supaya ajarannya diperbaharui terus. Konteks ini bukan hanya bicara tentang Perjanjian Lama, tetapi penggenapannya di dalam kehidupan dan ajaran Yesus. Kita yang terpanggil sebagai pengkhotbah dan pengajar ditantang untuk memiliki pengertian serta pengalaman baru yang menyegarkan untuk apa yang akan kita teruskan kepada orang lain. Dasar yang sudah diletakkan di sekolah dan masa 'training' tetap diperlukan, tetapi belum cukup. Apakah kita mau belajar dan betumbuh terus supaya selalu ada harta baru yang disajikan bagi jemaat kita?

Kita sudah mengikuti Pelatihan Langham 1 dan 2. Kini sudah waktunya untuk bertanya, "Apakah jemaat atau pembaca yang kita layani sudah memperoleh harta baru? "Perbendaharaan kita sangat kaya, penuh dengan seluruh kebenaran dari Kejadian sampai Wahyu. Pelatihan Khotbah Langham bukan bertujuan untuk menyenangkan kita, 100 pendeta dan pe layan yang menjadi pesertanya, tetapi untuk membekali supaya jemaat dan pembaca kita diberkati, makin taat kepada Tuhan dan bertumbuh dalam iman dan perbuatan yang baik. Orang-orang yang haus dan lapar akan kebenaran ini datang kepada kita karena berharap diisi dengan hal-hal yang baik. Sudah banyak yang dipercayakan kepada kita, janganlah kita menyia-nyiakan kepercayaan ini.

Saya sendiri sangat terharu waktu membaca
2 Timotius 4:13, karena hanya beberapa minggu atau bulan sebelum kematiannya di Roma, Rasul Paulus minta agar buku dan perkamen dibawa ke penjara. la tetap berminat untuk terus belajar dan menulis supaya ada lebih banyak orang yang bisa mendapatkan harta baru. Mari kita saling mendorong di klub pengkhotbah, saling mendoakan supaya bertekun dan belajar terus, serta mengeluarkan harta yang baru dari perbendaharaan Firman Tuhan. Dengan demikian, semua orang yang kita layani dapat semakin diperkaya selama tahun 2012 ini.


Bukan Sekedar Kritik
"Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan." (Galatia 6:1)
       DALAM kosakata bahasa Indonesia ada istilah "kritik membangun". Seorang pemimpin perusahaan atau kepala kantor dianggap menyampaikan kritik yang membangun apabila ia dengan cara yang santun memberikan wejangan dalam rangka memperbaiki kekeliruan bawahannya. Seorang guru dianggap menyampaikan kritik yang membangun apabila ia menegur muridnya demi membangun semangat belajar mereka. Seorang ibu dianggap menyampaikan kritik yang membangun apabila ia mengemukakan nasihat untuk membangun sikap dan watak anaknya. Sebaliknya, sang pemimpin perusahaan, kepala kantor, guru atau orang tua tidak dianggap menyampaikan kritik yang membangun apabila mereka memberikan teguran dengan nada suara tinggi, menggunakan pilihan kata yang kasar. Sekalipun isi nasihat mereka sebenarnya baik, namun si penerima pasti akan membentengi diri bahkan menolaknya. Mereka bukan hanya menganggap bos, atasan, guru atau orang tua mereka itu sebagai pencela, tetapi juga akan memiliki dendam tersendiri.
       Sesungguhnya, menyampaikan kritik yang membangun merupakan hal yang biasa dan sulit dilakukan, karena orang lebih suka mendengar hal-hal yang baik Saja. Orang menutup telinganya atas kritik, sekalipun bermanfaat untuk meningkatkan kepribadiannya. Muncullah budaya ABS (Asal Bapak Senang), yang ditandai dengan maraknya gejala bahasa yang eufemistis, misalnya: Harga-harga tidak "naik", tapi "disesuaikan"; pelaku tindak kejahatan tidak "ditangkap", tapi "diamankan"; dan seterusnya.
       Rasul Paulus menasihati jemaat Galatia untuk berani menyatakan kesalahan dalam rangka mengembalikan pelakunya ke jalan yang benar. Keberanian menegur orang lain secara tutus itu merupakan karya Roh Kudus atas diri orang beriman. Bila orang beriman membuka diri untuk dipimpin oleh Roh Kudus, maka kuasa-Nya akan mendorong orang itu untuk berani menyatakan kebenaran, berani mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang diperbuatnya. Meskipun demikian, Roh Kudus tak hendak membuat kita menjadi hakim yang menuding kesalahan sesama manusia.
       Atas dasar pertimbangan di atas, maka sekurang-kurangnya ada tiga hal yang perlu kita perhatikan agar tidak jatuh pada kecenderungan menjadi hakim bagi orang lain. Ketiga hal tersebut ialah sebagai berikut:
       Pertama, lakukanlah dengan lemah lembut. Pada dewasa ini ada banyak aksi unjuk rasa digelar. Protes yang diwarnai dengan kekerasan bermunculan sebagai koreksi atas kesalahan pihak tertentu. Dari satu sisi, hal itu menunjukkan keberanian masyarakat kita meninggalkan budaya diam. Para pelopor demokrasi, penganjur persamaan hak, aktivis LSM atau LBH tentu bergembira untuk kemajuan ini. Tetapi sekaligus mereka juga sedih, sebab keberanian untuk membuka suara itu amat rentan. Masyarakat masih dapat dipengaruhi oleh oknum-oknum yang memancing di air keruh. Kenyataan tersebut tentu saja masih jauh dari apa yang diharapkan. Bila seorang beriman menyampaikan teguran, ia harus menyampaikannya atas dasar kasih dan niat baik untuk meluruskan persoalan. Sangat keliru apabila teguran itu disampaikan sekedar untuk mencuatkan kesalahan orang lain dengan maksud memberikan penghukuman. Teguran yang didasari sikap iman akan muncul dalam bentuk yang lemah lembut dan tidak memojokkan. Sebaliknya orang akan tergugah dan memperbaiki kekeliruannya.
       Kedua, menjaga diri sendiri supaya tidak jatuh dalam pencobaan. Artinya, menjaga diri sendiri supaya tidak melakukan hal serupa. Seorang bapak akan kehilangan wibawanya bila menegur anaknya untuk tidak merokok, tetapi mendapat jawaban: "Bapak sendiri koq merokok?". Seorang ibu merasa malu bila menegur anaknya untuk berhenti bertengkar, namun mendapat jawaban: "Mama sendiri juga sering bertengkar dengan Papa!" Bila kita sendiri telah melakukan koreksi dan ternyata bersih, barulah kita dapat menasihati orang lain. Dengan demikian kita tidak menjadi bumerang pada diri kita. Perhatikanlah seseorang yang menuding orang lain dengan menggunakan sebuah jari, yaitu telunjuk. Apa yang terjadi dengan jari-jemari orang tersebut? Sesungguhnya, ada tiga jari lain, yaitu jari tengah, jari manis, dan kelingkingnya, menunjuk pada dirinya sendiri.
       Ketiga, menjaga diri supaya tidak jatuh dalam dosa kesombongan. Sebagai umat beriman, kita bertanggung jawab untuk membawa orang lain ke jalan yang benar. Tanggung jawab itu amat berat, sebab dalam tanggung jawab itu terkandung kewajiban untuk mawas diri. Bagaimanapun kita adalah manusia yang lemah dan mudah jatuh ke dalam dosa. Tak boleh kita takabur, seolah-olah kita selalu lebih baik dari orang lain.
       Ada banyak saluran yang dapat kita gunakan untuk menyuarakan pendapat kita. Pada masa Orde Baru, pemerintah menyediakan Kotak Pos 5000 sebagai sarana bagi warga masyarakat untuk menyampaikan keluh kesah demi meningkatkan layanan masyarakat. Saat ini pasti ada berbagai jenis akses lain yang disediakan oleh pemerintah untuk masyarakat luas. Menulis keluhan di rubrik "Surat Pembaca" yang ada di koran-koran merupakan cara mudah dan lazim. Menyuarakan suara hati lewat wakil rakyat di tingkat lokal, regional, dan pusat adalah upaya formal yang dapat dilakukan oleh warga masyarakat. Cara itu jauh lebih terpuji daripada menyalurkan aspirasi lewat demonstrasi yang disertai kekerasan. Demonstrasi dengan mengerahkan massa dalam jumlah besar yang disertai dengan kekerasan, selain membiaskan aspirasi yang hendak disuarakan juga membuat masyarakat kehilangan rasa simpati.
       Sebagai umat beriman, siapa pun dapat berdoa dan jujur. Kalau tertekan oleh sesuatu kenapa harus ditutup-tutupi? Berserulah kepada Allah, agar Ia bertindak untuk mengubah dan memperbarui keadaan yang tak beres. Ia juga yang berkuasa mengubah hati dan sikap orang jahat jadi baik dan berkenan kepada Allah.

Diambil dari:
Judul artikel
:
"Bukan Sekedar Kritik"
Judul buku
:
"Dari Kabar Mimbar: Kumpulan Renungan Pdt. U.T. Saputra"
Penulis
:
Pdt. U.T. Saputra, S.Th., M.Si.
Penerbit
:
Generasi Info Media, 2006
Halaman
:
9--12


Sabar dan Menguasai Diri
"Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32).
       PAHLAWAN adalah sosok yang dihargai karena jasanya membela negara. Pada masa pra kemerdekaan, Indonesia memiliki banyak pahlawan nasional. Beberapa di antaranya ialah pahlawan Diponegoro, Imam Bonjol, Raden Patah, Patimura, Teuku Umar, Cut Nya Dien, dan seterusnya. Kiprah mereka diabadikan dalam buku-buku sejarah. Wajah mereka terpampang dalam perangko atau uang kertas. Nama mereka pun diabadikan menjad nama jalan protokol di setiap kota besar.
       Setelah Indonesia merdeka, kriteria kepahlawanan tidak terbatas hanya pada mereka yang memiliki keberanian mengangkat senjata saja. Para guru yang berjuang mencerdaskan anak bangsa diberi julukan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Begitu pula kontingen olahraga yang memenangkan kejuaraan internasional, mereka disetarakan dengan pahlawan yang berjaya di medan perang. Para atlet yang sukses memenangkan pertandingan baik di luar maupun di dalam negeri, diarak keliling kota dan dielu-elukan oleh masyarakat. Bukan itu saja, mereka pun ditaburi pujian dan dimanjakan dengan pelbagai bonus.
       Salomo, anak Daud, adalah seorang raja yang berhikmat. Hikmatnya nyata dari Amsal 16:32 yang berbunyi demikian, "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya melebihi orang yang merebut kota!" Apakah maksud dari ayat tersebut? Supaya kita dapat mengerti maksud ayat di atas, kita perlu terlebih dulu mengetahui latar belakang kehidupan masyarakat Israel pada masa itu. Menurut catatan sejarah dan didasari penelitian antropologis para ahli mengetahui bahwa kota-kota pada zaman dahulu dikelilingi dengan benteng yang kokoh. Benteng itu dimaksudkan sebagai tameng untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Oleh karena ada benteng yang kuat melingkari kota, maka musuh hendak merebut kota memerlukan prajurit yang memiliki stamina tinggi, strategi perang yang jitu, senjata yang canggih dan kesabaran menanti penghuni kota lengah. Semua itu diperlukan agar pasukan penyerbu dapat mengepung, menyusup, dan menyerangnya. Jika mereka berhasil, niscaya panglima perangnya akan disambut sebagai pahlawan.
       Setelah mengetahui latar belakang kehidupan pada masa penulisan ayat tersebut, maka kita dapat menemukan sebuah pelajaran berharga dari pandangan raja Salomo. Melalui ayat di atas, Salomo selaku raja yang penuh hikmat itu menyatakan bahwa keunggulan manusia bukan terletak pada kekuatan fisiknya melainkan pada penguasaan diri. Keunggulan seorang pahlawan bukan terletak pada kemahiran menggunakan senjata atau keberanian dalam menyerang musuh, melainkan pada kesabaran menantikan waktu yang tepat untuk memberikan perlawanan dan memenangkan pertempuran.
       Kesabaran senantiasa berkaitan dengan waktu. Orang yang sabar dapat membuktikan bahwa dirinya mampu menunggu waktu yang tepat untuk melakukan sesuatu yang penting pada waktu yang tepat. Homer dalam karyanya yang masyhur bercerita tentang kemenangan tentara Yunani yang merebut kota Troya dengan menggunakan sebuah kuda kayu berukuran besar. Kuda kayu itu ditaruh di depan pintu gerbang kota. Penduduk yang berkerumun dan tertarik pada kuda kayu tersebut beramai-ramai menghelanya masuk ke dalam kota. Pada malam harinya sejumlah prajurit yang ternyata bersembunyi dalam kuda kayu itu keluar. Mereka membuka pintu gerbang kota, sehingga pasukan Yunani yang ada di luar benteng kota dapat menyerbu masuk ke dalam kota Troya. Begitulah cerita sukses tentara Yunani! Kesabaran mereka menunggu tibanya malam dan dalam ruang persembunyian yang pengap, menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam merebut kota Troya.
Lukisan kuda troya yang diambil dari buku Mitologi Yunani ILIAS, karja Menelaos dan Yannis Stephanides terbitan Grafiti 1992.
       Apakah seorang yang tidak mampu menguasai diri dapat menjadi pengayom masyarakat? Kemungkinannya sangat kecil, bahkan hampir mustahil. Menguasai diri berkaitan dengan upaya menahan keinginan dan hawa nafsu angkara murka. Kata orang,vmenguasai diri lebih sukar daripada menjinakkan binatang dan buas. Orang yang menguasai diri mengetahui batas kemampuan dan kelemahan lawan, sehingga bertindak pada waktu yang tepat. Sebaliknya, tidak mampu menguasai diri akan membuat emosi meledak lewat kata-kata dan tindakan yang tak terkendali. Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal istilah "Besar pasak daripada tiang!" Peribahasa tersebut digunakan untuk menunjuk orang yang tidak mampu menguasai diri di bidang ekonomi. Bila seseorang tidak mampu mengekang nafsu membelanjakan sehingga pengeluarannya lebih besar daripada pendapatan maka kondisi keuangannya disebut besar pasak daripada tiang.
       Pada masa yang sulit dan serba tidak pasti ini, banyak orang sabar menanti karya Tuhan, sehingga mencari pertolongan, entah kepada kuasa gaib, kuasa uang, kekuatan fisik, kuasa tahta atau pikiran manusia yang terlepas dari hikmat Allah. Yakun tidak sabar menanti pertolongan Tuhan untuk memperoleh berkat Ishak, sehingga dengan tipu muslihatnya mengelabui Esau, memperoleh berkat dari Ishak. Akibatnya, terjadi perpisahan antara orang tua dan anak, serta putusnya ikatan persaudaraan yang berlanjut dengan permusuhan.
       Sebagian anggota masyarakat Indonesia pada dewasa ini tak mampu menguasai diri, sehingga dengan gampang terprovokasi oleh isu murahan. Upaya memulihkan keadaan dari keterpurukan yang terjadi akibat salah urus pada masal lalu dihadapi dengan sukap kurang sabar. Tindakan main hakim sendiri berupa membantai tersangka pencuri yang tertangkap basah adalah wujud kekurangsabaran menanti proses hukum yang seharusnya ditempuh. Kendati menindak kejahatan itu pada dasarnya baik dan mulia, namun tindakan main hakim sendiri menunjukkan ketidakmampuan mengendalikan diri. Dengan demikian tindakan itu telah melecehkan wibawa hukum, aparat keamanan dan lembaga keadilan. Kenyataan ini harus cepat diatasi, jika tidak maka bukan mustahil pada suatu saat nanti, para anggota keluarga korban yang tak mampu menguasai diri akan mengadakan perhitungan dengan melampiaskan dendam pembalasan mereka.
       Orang yang tak mampu menguasai diri dalam masalah ambisi akan menggunakan cara-cara licik menyingkirkan para pesaingnya supaya dapat merebut jabatan dan bertindak sebagai penguasa. Para pemimpin bangsa yang tidak sabar, tetapi menggunakan pelbagai cara, tak terkecuali cara yang salah untuk memperkuat posisinya, akan berakibat buruk. Dalam sejarah nasional kita mengenal seorang tokoh bernama Ken Arok yang tidak sabar menunggu waktu sampai dirinya dapat naik tahta secara wajar. Maka ia menggunakan cara licik untuk merebut tahta Tunggul Ametung. Dapatkah Ken Arok disebut sebagai pahlawan? Dari tindak-tanduknya yang keji, ia sama sekali tidak layak disebut sebagai pahlawan! Sebutan apakah yang paling tepat untuk diberikan kepadanya? Agaknya, Ken Arok lebih pantas disebut sebagai "pengkhianat". Oleh karena itu, selaku umat beriman kita tidak boleh mencontoh perilakunya. Sebaliknya, kita dianjurkan untuk sabar dan menguasai diri dalam setiap keadaan. Rasul Paulus dalam Galatia 5:22 menyebutkan bahwa penguasaan diri merupakan salah satu dari buah karya Roh Kudus dalam kehidupan umat beriman.
       Kesabaran dan penguasaan diri adalah cara yang paling tepat untuk menanti pemulihan dan perbaikan dari kondisi krisis yang terjadi di Indonesia. Bila kita sabar dan mampu menguasai diri, niscaya kita tidak akan menggunakan cara-cara kekerasan dalam langkah mewujudkan hal-hal yang baik bagi negeri kita. Untuk keperluan itu, kita sebagai umat beriman hendaknya tekun mendoakan para pemimpin kita dalam upaya memikul tanggung jawab demi kesejahteraan bangsa kita. Para pemimpin bangsa dan seluruh rakyat Indonesia membutuhkan kesabaran dalam proses perbaikan di bidang ekonomi, sosial, dan politik. Bila tidak, maka situasi akan tambah parah. Dalam hal ini kita semua perlu memperhatikan hikmat Salomo dan belajar untuk menerapkannya pada setiap aspek kehidupan ini!

Diambil dari:
Judul artikel
:
"Sabar dan Menguasai Diri"
Judul buku
:
"Dari Kabar Mimbar: Kumpulan Renungan Pdt. U.T. Saputra"
Penulis
:
Pdt. U.T. Saputra, S.Th., M.Si.
Penerbit
:
Generasi Info Media, 2006
Halaman
:
49--54

Falsafah Biji Gandum
"...sesungguhnya, jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah." (Yohanes 12:24)
       PROFESOR Doktor Bungaran Saragih dalam kapasitasnya sebagai Menteri Pertanian pernah menyatakan demikian, "Hal yang perlu dikembangkan di Indonesia adalah teknologi berbasis pertanian!" Menurutnya, "Pembangunan sistem agribisnis merupakan penunjang ekonomi nasional!" Pernyataan Pak Bungaran sangat beralasan, mengingat sebagian besar penduduk Indonesia adalah masyarakat agraris.
       Sebagai negara agraris, wajarlah jika setiap suku bangsa Indonesia memiliki religi khusus berkaitan dengan ritus alam. Di Jawa Barat misalnya, masyarakat Sunda menghormati Nyi Pohaci, yakni dewi pelindung padi. Untuk menunjukkan bakti kepadanya, dilaksanakanlah beberapa ritus, misalnya: ritus menjelang musim menanam padi, ritus yang mengawali musim panen atau Kawoku juga ritus pasca panen, meliputi upacara Sarentaun atau Sedekah Bumi, memasukkan padi ke leuit (lumbung) dan Ngalaksa atau menikmati hasil panen pertama.
       Orang yang mengidentifikasikan diri sebagai orang modern sulit melihat kegunaan ritus dan upacara seperti diuraikan di atas. Sudah tentu mereka pun enggan melaksanakannya. Itulah sebabnya, upacara semacam itu masih bertahan hanya di desa-desa tertentu saja. Namun jika kita cermati benar-benar, ritus yang dihubungkan dengan peristiwa alam itu memiliki makna mendalam. Manusia, kendati telah berupaya keras, jika Sang Mahakuasa belum berkenan, maka keberhasilannya akan dihadang oleh pelbagai peristiwa alam seperti musim kering, hama, atau banjir. Bahkan jika panen berhasil baik, ada tantangan menyangkut harga jual yang belum tentu sesuai dengan harapan petani. Belum lagi menghadapi para pengijon atau tengkulak yang mempermainkan harga. Karenanya, masyarakat Sunda betul-betul menghayati kemahakuasaan Tuhan atas alam dan perlindungan-Nya kepada manusia melalui hasil bumi.
       Konsep keselamatan dalam iman Kristen bertolak dari keadilan dan kasih karunia Allah yang menjelma menjadi manusia dalam diri Tuhan Yesus. Tindakan itu adalah cara Allah yang memberlakukan hukuman atas dosa manusia, namun sekaligus lewat kasih-Nya Ia menyelamatkannya. Itulah yang tercatat dalam Injil Yohanes 12:20-36 tentang pernyataan Tuhan Yesus kepada para murid-Nya, bahwa Ia harus menyerahkan Diri-Nya kepada penguasa dunia ini. Ia menggunakan falsafah alam untuk menguraikan ajaran-Nya, bahwa Ia akan mati dengan menerima perlakuan yang keji dari manusia pada zaman itu. Ia tidak berdosa, namun Ia menanggung hukuman yang sepantasnya dikenakan pada buronan kelas kakap. Meski demikian, penyiksaan dan kematian-Nya tidak serta-merta mengakhiri misi-Nya selaku Penyelamat umat manusia. Ia justru berbicara tentang falsafah biji gandum yang harus ditanam dan mati, kemudian tumbuh untuk menghasilkan buah.
       Dengan ungkapan simbolik itu, Tuhan Yesus menyatakan kemuliaan-Nya lewat kematian yang segera disusul dengan kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Ia adalah Mesias, Sang Penyelamat yang mati, sekaligus hidup. Karya adikodrati yang ditempuh-Nya menjadi jalan pengampunan dosa bagi umat manusia dan dunia ini. Melalui peristiwa itulah keadilan dan kasih Allah dinyatakan serentak.
       Allah tidak membatalkan penghukuman atas dosa yang seharusnya ditanggung oleh manusia, tetapi penghukuman itu ditanggungkan pada Tuhan Yesus, agar setiap orang yang beriman kepada-Nya memperoleh keselamatan dan kesempatan menjalani hidup baru.
       Para sosiolog dan antropolog merumuskan definisi religi sebagai paradox yang memiliki dua dimensi: di satu pihak religi memampukan umat mengatasi persoalan hidup karena memandang kepada Sang Mahakuasa, tetapi di pihak lain, sadar akan kelemahannya manusia juga menyerahkan diri ke dalam kekuasaan-Nya. Dampaknya, orang yang berpegang pada rasionalisme Barat sulit menerima ajaran semacam ini. Mana mungkin ada sesuatu yang gratis di dunia ini? Tak ada orang yang mau berkorban untuk orang lain tanpa imbalan! Tidak masuk akal!
       Berbeda dengan cara berpikir transaksional semacam itu, iman Kristen berpijak pada konsep Sola Gratia (hanya karena anugerah). Ya, anugerah Allah yang diberikan kepada manusia! Tuhan Yesus benar-benar berkorban demi keselamatan umat manusia dan dunia. Dengan demikian, ibadah dan ketaatan umat beriman kepada Tuhan bukan untuk memperoleh keputusan pengampunan, juga bukan sebagai upeti, tanda takluk dari pribadi yang tak berdaya, melainkan sebagai ungkapan syukur atas berkat yang tak ternilai berupa keselamatan dalam relasi yang baik dengan Tuhannya.
       Dimensi religius yang sejati terpantul melalui tindakan sosial. Sama seperti petani yang mewujudkannya dengan menyelenggarakan upacara pasca panen seraya mengajak seluruh warga masyarakat di desanya untuk bersuka cita dan bersyukur kepada Tuhan. Dengan demikian, ritus religius disatupadukan dengan ritus sosial. Akar-akar budaya yang bersifat tradisional itu ternyata mengandung falsafah yang penuh hikmah. Tak berlebihan jika warga masyarakat, khususnya generasi muda dan orang-orang yang merasa modern, membuka diri untuk menghargai makna yang terkandung dalam ritus-ritus alam.
       Siapa pun yang memahami hal itu secara baik, akan menyadari hakikat dirinya sebagai insan ciptaan Sang Khalik. Dengan demikian terhindar dari sikap takabur ketika meraih sukses, sebaliknya tak putus asa ketika mendapat banyak rintangan. Sikap ini menandai kedewasaan iman kita selaku umat beragama.

Diambil dari:
Judul artikel
:
"Falsafah Biji Gandum"
Judul buku
:
"Dari Kabar Mimbar: Kumpulan Renungan Pdt. U.T. Saputra"
Penulis
:
Pdt. U.T. Saputra, S.Th., M.Si.
Penerbit
:
Generasi Info Media, 2006
Halaman
:
59--62

Firman Allah

"Pada mulanya adalah Firman." Segala sesuatu dijadikan oleh Dia [
Yoh.1:1,3]. Berfirmanlah Allah, "Jadilah terang!" [Kej.1:3] Firman yang menjadikan bumi dan segala isinya menjadi manusia dan mewujudkan Allah dan segala kepenuhan-Nya [Yoh.1:14; Kol.1:19]. Apalagi, "Allah telah berbicara kepada kita melalui Anak-Nya" [Ibr.1:1]

Berkali-kali di seluruh Alkitab kita mengamati 'komunikasi' Allah. Allah yang tidak kelihatan berbicara kepada umat-Nya. Kedatangan Yesus merupakan puncak komunikasi, sampai Yesus sendiri mengatakan "Siapa yang sudah melihat Aku, ia telah melihat Bapa" [
Yoh.14:9]. Perbuatan Yesus dan perkataan Yesus menjadi satu. Itulah Firman Allah yang berkuasa.

Roh Yesus Kristus berdiam di dalam setiap kita. Melalui kita, Yesus mau berfirman kepada dunia yang tidak dapat melihat Dia. Karena itu panggilan kita sangat mulia dan tanggung-jawabnya sangat berat.

Menghadapi Natal tahun 2011 ini, kita perlu menggumuli kembali: "Sampai berapa jauh 'Firman yang hidup' nyata di dalam diriku?" Penjelmaan Yesus menjadi suatu tantangan buat kita. Apakah kita mewujudkan Firman yang hidup, Firman yang kita beritakan? Apakah perbuatan dan perkataan kita menjadi satu? Komunikasi macam apa yang kita sampaikan?

Setiap tahun, perayaan Natal menjadi kesempatan yang indah untuk memberitakan'Kabar Baik'. Apa perbedaan antara Natal ini dan tahun yang lalu? Dalam tahun 2011 ini kita semua sempat mengikuti Langham tahap 1 dan 2. Kita sudah diingatkan lagi betapa hebatnya kuasa Firman Allah jikalau disampaikan dengan (a) setia, (b) jelas dan (c) relevan.

Kita sudah bertumbuh dalam iman. Baiklah semua pelajaran dan kemajuan kita menjadi nyata dalam pelayanan pada Natal ini. Sehingga semua yang kita lakukan bukan hanya menjadi suatu rutinitas yang diputar berulang-ulang, tetapi suatu spiral yang naik terus, suatu angin baru, dengan berfirman "Terang dunia sudah datang!" Marilah kita menjadi terang dalam jemaat dan rumah-tangga kita!

Berani Tampil Beda

"Hukum Taurat disampaikan kepada umat Israel supaya mereka berbeda dari semua bangsa lain." Begitu uraian Pak Chris Wright dalam ajarannya di Langham 2. Dengan demikian sifat-sifat Allah dinyatakan melalui umat-Nya. Orang yang belum mengenal Allah dapat menyaksikan dan mengalami kasih-Nya, keadilan-Nya dan kekudusan-Nya. Lihat
Keluaran 19: 5-6.
Begitu juga keterangan Pak John Stott mengenai khotbah di bukit. Judul bukunya yang sudah diterjemahkan adalah "Berani tampil beda". Tuhan Yesus memberi sebuah 'manifesto' tentang kerajaan Allah, yang dibaca dalam tingkah laku umat-Nya, bukan dalam buku teoritis. Yesus mengatakan kepada murid-Nya, "Kamu adalah garam dunia", "Kamu adalah terang dunia" (Matius 5: 13 & 14). Asin berbeda dengan lingkungan yang tawar. Terang berbeda dengan lingkungan yang gelap.
Tema yang sama dijelaskan lagi oleh Yakobus. Dipandang oleh orang luar, "ibadah yang murni … adalah mengunjungi yatim-piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka dan menjaga supaya dirinya tidak dicemarkan oleh dunia" (Yakobus 1: 27). Orang luar tidak dapat melihat iman kita. Yang mereka amati adalah hubungan-­hubungan sosial (apa yang kita lakukan) dan integritas kita (sifat-sifat watak kita). Melalui kesaksian yang nyata ini, Tuhan sendiri dinyatakan. Inilah injil yang kita beritakan setiap saat.
Sebagai pelayan Tuhan kita selalu disoroti, baik oleh jemaat kita maupun oleh dunia luar. Yang diuji di mata mereka bukan betapa hebatnya pendidikan kita, tetapi sampai seberapa jauh kehidupan kita meniru Tuhan Yesus sendiri. Pada awal tahun 2012 ini marilah kita masing- masing merenungkan "sampai seberapa jauh orang-orang dapat belajar tentang Tuhan Yesus melalui tingkah-laku dan watak saya?"
Mari kita memasang sasaran ini sebagai proyek pribadi "Supaya aku makin serupa dengan Tuhan Yesus Kristus", dan kemudian menyusun suatu daftar secara spesifik tentang perubahan yang perlu kita kembangkan baik dalam tingkah-laku maupun dalam watak. Mungkin teman-teman, pacar, suami/istri atau anak-anak Anda dapat memberi usul tentang hal-hal yang perlu diubah dan diperbaiki. Begitu juga kita dapat bercermin di depan Firman Tuhan sambil berdoa. "Selidikilah aku, ya Allah dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal" (Mazmur 139:23-24).



Read More --►
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DI BLOG GPdI. SUKSES SELALU dan TETAP SEMANGAT DALAM BERAKTIFITAS. TUHAN YESUS MEMBERKATI.